Penampilan Puisi 'Anjung-Anjung" oleh Jefri Al Malay Sang Johan Tarung Penyair 2011 Se-Asia Tenggara di Tanjung Pinang pada Pembukaan Helat Seni Menjunjung Negeri 2011 di Bengkalis yang penulis saksikan melalui YouTube menunjukkan bahwa Jefri memang dia adalah seorang penyair terbaik yang mampu mengkolaborasikan antara puisi lama dan puisi modrennya.
Karakter puisi lamanya sudah jelas sekali terlihat dari syair yang dilagukannya sedang karakter puisi modrennya terlihat dalam pemilihan diksi dan lapis batin puisinya serta penggunaan multimedia. Video yang saya tonton memperlihatkan bahwa Jefri menambahkan kekuatan visualisasi dalam pembacaan sajaknya. Kekuatan dan ciri khas dengan visualisasi tersebut telah semakin dipopulerkan oleh Asrizal Nur dengan video-video puisinya di youtube. Luar biasa. Saya juga berasumsi mungkin Asrizal Nur melalui penyelenggaraan Malam Puncak Pekan Presiden Penyair Indonesia di Taman Ismail Marzuki, 19 Juli 2007 telah mengenalkan tentang kekuatan visualisasi dan penggunaan berbagai properti lainnya untuk melahirkan atmosfir yang menambah terbukanya horison harapan penikmat yang menyaksikan atraksi pembacaan puisi Sutardji Calzoum Bachri. Terdapat dua menteri dari Kabinet Indonesia Bersatu I yang turut serta membacakan puisinya yakni Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adyaksa Dault dan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy. Sekarang masih adakah Menteri atau mungkin Presiden peduli dengan eksistensi sastra di Indonesia? Entahlah...entah...entah.
Karakter puisi lamanya sudah jelas sekali terlihat dari syair yang dilagukannya sedang karakter puisi modrennya terlihat dalam pemilihan diksi dan lapis batin puisinya serta penggunaan multimedia. Video yang saya tonton memperlihatkan bahwa Jefri menambahkan kekuatan visualisasi dalam pembacaan sajaknya. Kekuatan dan ciri khas dengan visualisasi tersebut telah semakin dipopulerkan oleh Asrizal Nur dengan video-video puisinya di youtube. Luar biasa. Saya juga berasumsi mungkin Asrizal Nur melalui penyelenggaraan Malam Puncak Pekan Presiden Penyair Indonesia di Taman Ismail Marzuki, 19 Juli 2007 telah mengenalkan tentang kekuatan visualisasi dan penggunaan berbagai properti lainnya untuk melahirkan atmosfir yang menambah terbukanya horison harapan penikmat yang menyaksikan atraksi pembacaan puisi Sutardji Calzoum Bachri. Terdapat dua menteri dari Kabinet Indonesia Bersatu I yang turut serta membacakan puisinya yakni Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adyaksa Dault dan Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Lukman Edy. Sekarang masih adakah Menteri atau mungkin Presiden peduli dengan eksistensi sastra di Indonesia? Entahlah...entah...entah.
Dalam sekelebat kilat dalam kepala saya, Anjung-Anjung adalah sebuah tahap dalam persiapan untuk menaikkan sebuah layang-layang dimana layang-layang tersebut dipegang oleh seseorang atau lebih tergantung ukuran layang-layangnya. Layang-layang itu diangkat dengan menggunakan kedua belah tangan atau juga sebelah tangan sehingga yang mengendalikan layang-layang bisa segera menerbangkan layangnya sesuai arah angin. Saya paham betul cara menganjung layang-layang maklumlah waktu kecik-kecik dulu saya suka main dan membuat layang-layang. Kalau terajunya pas, cara menganjungnya pas dan didukung oleh hembusan angin yang pas maka terbang melayanglah layang-layangnya. Kalau angin kencang dan benang layang tak kuat alamatlah lentung layang-layangnya. Imaji tersebut yang melintas saat membaca judul Anjung-Anjung.
Ketika saya berulang-ulang melihat dan mendengarkan Puisi 'Anjung-Anjung" yang kaya akan pemilihan kata-kata asli dari rahim Ibunda yang melahirkan Bahasa Indonesia. Berikut teks Puisi Anjung-Anjung Jefri Al Malay yang saya dengar dari videonya di YouTube.
"Anjung-Anjung"
Anjung-anjung anjung si layang-layang
Anjung sejauh jauh
Anjung-anjung anjung si bayang-bayang
Anjung setingi -tinggi
Di langit itu
Tinggi-tinggi adalah layang-layangan
Dianjung jauh-jauh
Sampai ke bayang-bayang
Dilambung tinggi
adalah mimpi di hatimu
ia mati suri
Di keningmu awan bersapau dengan angin yang bersikau mencekau menyilau
engkau menjadi igau
aaaiii anjungkan layang-layang
anjuuuung ke jauuuh-jauuuh
tapi yang tersangkut di pucuk pohon Ara
di ranting-ranting getah adalah bayang
ruang yang tidak kena sinar adalah bayang
seru bayang hidup dikepalamu
merejut tumbuh menjadi liar
kuncup-kuncup merekah
dibibir rindupun terucap
hanya sekali sentap putus
wujud hitam yang tampak di balik benda tercekuh cahaya adalah bayang
seingat-ingatnya lekat dipandang
di celah-celah betis pahamu dan kaki terkikis bulu melebat di ujung jari itulah
akhirnya kau menulis kisah
hai anjungkan bayang-bayang
sampai ke tinggi-tinggi
yang sayup ditinggi-tinggi apakah layang
tali sengaja bertaut dihulu kampung pecah sirna ditimpa lentera
yang berkelap-kelip bila malam menjemput adalah lampu-lampu kota
sekedar bersuara
memeriahkan sekelip mata
sirna
kisah apa menjadi layang
membayang menggapai langit tinggi setinggi-tinggi
tali layang diputus rentap
jatuh ke tanah
terjerembab
bayang dilepas bebas tengkurap di waktu tanpa batas
lalu di siang pepat
budak-budak berlari membawa galah
mengejar layang atau memburu bayang
semak dan duri diharungi
lecah tanah dilumuri
Woiii
ada yang melayang-layang serupa layang-layang ataukah itu bayang-bayang
Tali rentap merapatkan langkah kaki
jeling mata kanan kiri
tolak sana tolak sini
jolok berkali-kali
dapatlah sebingkai layang atau sebungkah bayang
Moooh lari ke kampung-kampung
sampai lesi, lebai,lesut.
rebut layang atau bayang
kami nakkan tinggi-tinggi
kami nakkan jauh-jauh
Woiiii
layang itu
bayang itu
sampai ke hutan kampung
tanah kampung
sungai kampung
suak kampung
beting kampung
pasir kampung
lembah kampung
dan pulau kampung
Siapa yang peduli?
(Kalau ada yang salah dikoreksi saja).
Ketika saya dengar kata "pepat, mencekau, sentap, rentap, jeling, jolok, lecah" maka imaji yang timbul adalah bayangan tentang Pak Darwis yang tengah bercakap-cakap rampai dengan kita di sebuah pertemuan. Beliau adalah seorang penyair dari Kota Dumai yang menyatakan diri sebagai Presiden Penyair Penggali Kuburan Bangkai Kata-Kata. Mungkin beliau termotivasi dengan gelar Presiden Penyair Indonesia yang dilekatkan kepada Sutardji. Beliau dalam keseharian-hariannya sebagai aktivis lingkungan dan juga penyair serta penulis cerita pendek sering menggunakan bahasa Melayu. Beliau merupakan pionir pelestari hutan Bakau yang digagas bersama-sama dengan Tyas AG di situs Kuala Sungai Dumai yang erat kaitannya dengan cerita rakyat Puteri Tujuh. Dan tentu saja imaji lain yang muncul adalah Syahrul Affandi, sahabat saya yang juga penyair yang sangat mencintai dunia puisi.
Lalu saat kata "woiii" terdengar maka saya teringat dengan Robbinur “Rob Hazab” yang pada Panggung Semah Seni berteriak " Woiii....Woiiii.. Woii...Kemari-Kemari......". Soalnya pada saat itu kita tengah bergelora hendak bersatu dalam Kongres Rakyat Dumai untuk menuntut keadilan kepada pemerintah Republik Indonesia. Kata 'woiii' selain menjadi kata seruan untuk memanggil orang lain juga mengimaji kegeraman seseorang. Sekarang entah dimana “woiii” itu akan diteriakkan oleh Rob Hazab.
Sememangnya negeri Riau kita ini kaya akan penyair yang handal seperti Asrizal Nur, Jefry Al Malay, Syahrul Affandi, Agoes S. Alam, Tyas AG, Darwis Mohd. Saleh, Paisal Jrb dan penyair-penyair tunak dalam Bulan-Bulan Kopak serta Penyair-Penyair lainnya. Ciri khas penggunaan bahasa tutur (lisan) menurut Darwis Mohd. Saleh dapat membuat bangkai-bangkai kata hidup kembali dan keluar dari kuburannya.
Layang-layang sudah dianjung-anjung dan melayang terbang. Hendaklah ia tidak putus lentung lembung dan liar dihembus angin. Ulurlah dan kendalikan ia agar gagah dan kuat bertahan melayang terbang dalam angin yang kencang. Jangan dilaga dengan benang gelasan nanti putus dan lentung lembung dia. Sampai di tanah kromok dan koyak.
Tulisan ini penulis tujukan kepada penyair Jefri Al Malay sebagai apresiasi penulis yang telah menikmati sajak Anjung-Anjung. Jefri Al Malay merupakan sosok yang memiliki kualifikasi untuk menerima Anugerah Sagang di tahun 2012. Selain dia, saya juga melihat bahwa Hang Kafrawi juga mempunyai kualifikasi untuk mendapat Anugerah Sagang 2012. Semoga. Amiin.
Jika dalam masyarakat sastra Indonesia terdapat Presiden Penyair Indonesia maka akan ada pula Menteri Penyair Indonesia, Wakil Menteri Presiden Indonesia, Pahlawan Penyair Indonesia (Alm.Hamid Jabar), Panglima Penyair Indonesia, Jenderal Penyair Indonesia sementara di Dumai setelah beberapa kali menggunakan laser sastra yang saya miliki terlihat ada beberapa penyair dengan warna masing-masing seperti Penyair Gila Pembaham Tirani, Penyair Penggali Kuburan Bangkai Kata-Kata, Penyair Pemakna Nonsense, Penyair Sufi, Penyair Muda Pemberani, Penyair Petualang, Penyair Metafisis dan masih ada beberapa lagi seperti Pak Kantan yang juga mahir bersyair. Siapa yang berani memberikan gelar itu kepada penyair-penyair di Kota Dumai? Saya! Mengapa? Apa pangkat saya sehingga memberi gelar itu? Tidak ada pangkat sebab saya seorang penikmat. Penikmat yang menikmati kata-kata dengan atau tanpa makna. Namun lebih mantap kalau kata-kata penuh makna.
Siapa saja penyair-penyair yang saya maksudkan itu? Sabar, saya sedang laser lagi sajak-sajaknya. Agak mahal biaya konstruksi penyiapan laser sastra ini. Ha..ha. Mungkin saya harus segera mengirimkan pengajuan proposal ke berbagai kementerian agar mau mendanai riset laser sastra saya ini atau mungkin saya ketuk saja pintu kantor Walikota, Gubernur dan Presiden. Saya optimis Presiden mau mendanainya sebab baru-baru ini Indonesia yang kaya raya berencana meminjamkan satu miliar dolar Amerika untuk sebuah lembaga keuangan asing.
Saya sedang mencari dan menawarkan Platinum, Gold dan Silver sponsor dan sponsor-sponsor lainnya. Hah? Atau ditelepon saja? Kriing, kriiing, halo Pak. Ada Pak Presiden? Saya mau cek surat yang sudah saya kirimkan tentang permohonan bantuan untuk riset laser sastra saya. Apakah sudah dibaca oleh Pak Presiden? Lalu dari seberang sana terdengar “Cek ke Menteri terkait dulu jangan langsung ke sini. Ajukan juga ke Walikota dan Gubernurnya kalau tidak ada tanggapan segera laporkan.” ……………..tut tut tut tut tut……tiba-tiba sambungan telepon terputus sebab kabel telepon ditempat saya digigit tikus. Saya tersenyum sebab ini kilasan-kilasan imajinasi yang mungkin dapat dirangkai menjadi cerita pendek.
Penulis menuliskan ini juga untuk Penyair Cyber dan Penyair jalanan yang bersajak dengan semangat di dalam bus-bus antar kota antara Padang Panjang, Bukittinggi dan Padang sekitar tahun 2000-2003. Kalau Penyair-Penyair Gila dalam Bus-Bus Antar Kota Antar Provinsi ada yang membaca tulisan ini segeralah sapa saya melalui surel. Kalau boleh kirimkan juga puisi-puisi yang lantang kalian bacakan dalam bus-bus itu Kawan. Kalian memang ‘gila’.
Playlist:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar