12/09/12

Atah Roy, Sosok Idealis nan Realis dalam Hikayat Atah Roy



Luar biasa. Atah Roy bersastra cyber.

Atah Roy yang biasanya muncul dalam kolom Segak di Harian Pagi Koran Riau sekarang telah berani muncul sebagai sastra di laman yang acapkali dipandang sebelah mata oleh kritikus-kritikus sastra Indonesia yang belum mau menerima perubahan yang telah terjadi dalam perkembangan sastra Indonesia. Agaknya enam puluh sembilan kisah Atah Roy dalam Hikayat Atah Roy ini memang dipublikasikan dalam blog agar orang-orang seperti saya dapat menikmatinya tanpa mesti terbebani oleh keterbatasan dalam berlangganan koran maupun membeli buku-buku sastra.

Terima kasih untuk Hang Kafrawi yang telah berbaik hati menerbitkan Hikayat Atah Roy dalam blognya. Semoga nanti dapat pula dicetak dan diterbitkan dalam bentuk buku. Hikayat berarti cerita atau kisah. Dalam klasifikasi sastra Indonesia menurut urutan waktu maka Hikayat merupakan kategori Pujangga Lama dalam sastra Indonesia dimana karya-karya sastranya dihasilkan sebelum abad ke-20. Agaknya Hang Kafrawi menggunakan kata ‘hikayat’ untuk mewakili penggunaan kata “kisah” atau “cerita” sebagai bentuk kecintaannya terhadap sastra Melayu. Kekayaan sastra seperti Hikayat Atah Roy ini merupakan salah satu pilar dalam upaya-upaya menghidupkan kembali sastra Indonesia dengan menciptakan karya-karya sastra dengan menggunakan bahasa daerah seperti bahasa Melayu. Upaya seperti ini sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat sastra Indonesia lainnya untuk kembali bergairah menghidupkan nilai-nilai kearifan lokal dalam dunia sastra Indonesia agar berbagai sastra daerah di Indonesia kembali eksis dan tidak kalah dengan invasi sastra asing lainnya.

Hikayat Atah Roy merupakan sebentuk transformasi kecintaan terhadap kekuatan nilai-nilai lokal melalui penggunaan bahasa Melayu dan tokoh-tokoh cerita yang Melayu dalam sebuah karya sastra yang kontemporer. Kekuatan penggunaan bahasa Melayu pada setiap percakapan antara tokoh-tokoh cerita yang Melayu, bahasa Indonesia pada penggambaran setting cerita, diperindah dengan kosa kata asing serta dipadu dengan tema cerita sesuai dengan konteks kekinian menambah nilai Hikayat Atah Roy ini. Hang Kafrawi telah berhasil menyampaikan opini dan pemikirannya terhadap berbagai hal yang terjadi khususnya di Riau melalui karya sastra. Jika membaca Atah Roy maka dapat pula penikmat sastra lainnya mengetahui pemikiran-pemikiran Hang Kafrawi tentang berbagai hal khususnya sastra, seni, sosial dan budaya Melayu di Riau.

Saya merasakan atmosfir keindahan sastra di Riau semakin bertambah saat membaca cerita Atah Roy. Seakan-akan berbagai cerita pendek dalam Kawan Bergelut karya Soeman HS telah bertransformasi melalui Atah Roy ini. Namun perbedaannya cerita pendek dalam Kawan Bergelut merupakan kumpulan cerita pendek yang memiliki tokoh sentral berbeda pada setiap ceritanya sedangkan Hikayat Atah Roy merupakan karya sastra yang tercipta berdasarkan kumpulan opini dan pendapat penulisnya tentang keadaan terkini atau apapun hal yang sedang menarik baginya untuk disampaikan kepada orang lain khususnya pembaca. Hang Kafrawi dengan bahasa yang lugas, sederhana, jenaka namun tepat sasaran telah membuat penulis sebagai salah satu penikmat karya sastra tertarik untuk meneroka dan mengkaji lebih jauh, lebih dalam dan lebih nikmat lagi.

Hang Kafrawi dengan menciptakan tokoh Atah Roy bersama tokoh-tokoh lainnya seperti Wan Ziah, Leman Lengkung, Man Tapak, Jimah, Jang Gagak, Karim, Atan Kedel, Yung Azam, Jang Tengkes, Azuar, Yusuf Keling, Bahar Cengkung, Tapa Sulah, Malik Bengang, Yasin Cabung dan Bedul. Nama-nama tokoh cerita dalam Hikayat ini sudah secara jelas menunjukkan kekuatan penulisnya untuk mengeksplorasi lebih dalam lagi kekayaan sastra Melayu.

Setiap kisah yang diceritakan dengan Atah Roy sebagai sudut pandang orang pertama maka hampir seluruh aspek kehidupan menjadi tema cerita dalam Hikayat Atah Roy. Mulai dari tema historis khazanah sastra di Pulau Penyengat, Kerajaan Siak, kehidupan bangsa Melayu terkini, lingkungan hidup, sosial, politik, humaniora dan tentu saja seni serta sastra selalu menjadi pemikiran oleh Atah Roy. Tidak lupa pula tentang helat PON XVIII 2012 di Riau yang diangkat Hang Kafrawi melalui Atah Roy dalam Selamat Datang.

Hang Kafrawi dengan piawai telah menunjukkan bahwa Atah Roy merupakan seorang sosok Melayu yang idealis namun juga realis, keras kepala, teguh pendirian, kritis, tidak perajuk dan banyak mempertanyakan berbagai hal. Berbagai metafora, satire, bidal dan kekuatan karakteristik penggunaan bahasa Melayu dalam setiap percakapan Atah Roy dengan tokoh-tokoh cerita lainnya merupakan ciri khas dan kekuatan karakteristik Hang Kafrawi dalam menciptakan karya sastranya.
Saya tidak hendak membahas Hang Kafrawi berdasarkan latar belakangnya sebab Hang Kafrawi telah dikenal sebagai sosok yang tunak dalam sastra, teater dan juga penyair yang aktif sebagai akademisi sastra di Riau. Saya hanya tertarik membahas mengenai Atah Roy saja sebab Hikayat Atah Roy, menurut saya, merupakan bentuk terkini dari Pak Belalang, Yong Dollah dan Kawan Bergelut. Tentu Atah Roy berbeda dengan ketiga karya sastra tersebut. Bedanya Atah Roy sangat idealis nan realis, hidup di era globalisasi, zaman digital yang penuh dengan angka-angka dan kode-kode.
 
Enam puluh sembilan. 69. Ini adalah bilangan jumlah cerita dalam blog Hikayat Atah Roy dimana Atah Roy menjadi tokoh sentralnya. Bukan 69 sebagai salah satu gaya bercinta dalam teori kamasutra. Sekejap Atah Roy menjadi ahli sejarah, lain waktu dia menjadi penyair, lalu berteater, penikmat sastra, acap kali menjadi pengamat kondisi terkini dan hampir saja Atah Roy hendak menjadi pemberontak namun mujurlah dia cepat terjaga dari lamunannya sebagaimana diceritakan dalam Atah Roy Jadi Pemberontak.

Melalui 69 cerita pada Hikayat Atah Roy maka saya sebagai seorang penikmat sastra dapat memahami bahwa Atah Roy selain sebagai seseorang sosok yang idealis nan realis, dia juga merupakan seseorang sosok yang humoris, imajinatif, utopis dan penuh dengan kreativitas, terkadang mampu juga menjadi seorang pemberontak jika sudah habis kesabarannya.

Atah Roy memang ‘segak’ di saat yang lain semakin loyo dan larut dalam ajuk. Acap kali penulis temukan Atah Roy menjadi seseorang yang situasionis dan utopis. Namun kedua hal itu pula yang membuatnya menjadi semakin ‘segak’ atau smart-looking; chic; elegant serta stylish. Atah Roy berani ‘tegak’ berdiri dan mengemukakan pemikirannya tanpa berlarut-larut hanyut dalam ajuknya.

Sosok Atah Roy mengingatkan saya kepada tokoh-tokoh seperti Cik Mat, Kari Bungsu, Haji Malik, Cik Dang, Pak Belalang, Yong Dollah, dan Abdul Wahab yang hidup dalam berbagai cerita yang berbeda zaman. Mungkin agaknya hanya Atah Roy hidup dalam era yang sama dengan Abdul Wahab. Era globalisasi sebab Atah Roy dan Abdul Wahab sudah waham memakai layanan pesanan singkat (SMS) dan internet.

Benarkah Atah Roy merupakan sosok idealis nan realis seiring dengan karakternya yang humoris, imajinatif, utopis dan penuh dengan kreativitas?

Bersambung pada Teroka tentang Atah Roy Dalam Kunjungan Atah Roy Ke Penyengat.
___________________________________________________________________________________

Segak : Terlihat cerdas, bergaya, elegan.

* Profil Sastrawan dan Teaterawan Hang Kafrawi di tautan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar