05/04/15

Bengkel Sastra 2015 : Upaya Memperluas Cakrawala dan Mempertinggi Horizon Harapan.

Hari Pertama.

    Ketika orang mendengar, melihat,dan membaca frase Bengkel Sastra, imajinya mungkin akan tertuju ke sebuah bengkel tempat memperbaiki dan merawat kendaraan bermotor, dan mesin-mesin. Dalam Kamus Bahasa Indonesia terbitan Pusat Bahasa tahun 2008, kata bengkel memiliki tiga arti yakni, 1) tempat memperbaiki mobil, sepeda, dan sebagainya; 2) pabrik kecil, tempat tukang-tukang bekerja; 3) tempat berlatih sandiwara, dan sebagainya. Arti ketiga adalah yang paling tempat untuk menjelaskan tentang Bengkel Sastra, yaitu sebuah tempat untuk berlatih menulis dan mempraktikkan sastra.
    Bengkel Sastra 2015, yang akan saya kisahkan ini memang benar-benar terjadinya peristiwanya bukan sekadar kisah saja, diselenggarakan selama tiga hari oleh Balai Bahasa Provinsi Riau (BBPR), mulai 27 Maret 2015 sampai 29 Maret 2015. Lokasinya di ruang pertemuan Lantai 2 dan Aula Sri Tun Lanang SMKN 2 Dumai. Kegiatan yang diikuti oleh 100 orang peserta ini terdiri dari bimbingan penulisan kreatif untuk guru-guru, dan musikalisasi puisi untuk siswa-siswa di Dumai. Bimbingan penulisan kreatif oleh Drs. Agus Sri Danardana, M.Hum., Hary B. Kori’un, Marhalim Zaini, dan Jefri Al Malay. Sedangkan untuk musikalisasi puisi, dibimbing oleh pakar musikalisasi puisi, yakni Andri S. Putra atau yang dikenal juga dengan nama Ane Matahari, Zalvandri atau Mat Rock, dan Marhalim Zaini. Mereka adalah orang-orang yang tidak perlu diragukan lagi kemampuannya dalam ihwal penulisan kreatif, dan musikalisasi puisi. 
    Saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Danar, dan segenap Panitia Bengkel Sastra yang telah berkenan mengijinkan dan mengajak saya untuk menyaksikan Bengkel Sastra. Saya percaya bahwa kesempatan untuk mengikuti Bengkel Sastra tersebut bukanlah suatu kebetulan. Ketika saya dikondisikan olehNya untuk menghadiri suatu pertemuan, hal itu bukanlah suatu kebetulan. Saya yakin bahwa setiap pertemuan sudah ditentukan olehNya.
    Kegiatan Bengkel Sastra 2015 di Dumai dimulai dengan pembukaan oleh Drs. Misdiono, M.M., mewakili Kepala Dinas Pendidikan Kota Dumai. Setelah itu dilanjutkan dengan penyampaian kebijakan bahasa dan sastra oleh Drs. Agus Sri Danardana, M.Hum. sebagai Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau. Para peserta terlihat sangat menikmati penyajian oleh Pak Danar yang humoris.
    Oleh sebab sudah waktunya istirahat dan waktu salat Jum’at sudah datang, kami pun bersama-sama melaksanakan salat Jum’at di Masjid At Taubah yang lokasinya tak jauh dari SMKN 2 Dumai. Setelah selesai salat Jum’at, dan menikmati makan siang bersama di lokasi Bengkel Sastra, kegiatan dilanjutkan dengan bimbingan penulisan kreatif untuk guru-guru oleh Jefri Al Malay. Di saat yang bersamaan, Ane Matahari, Marhalim Zaini, dan Mat Rock memberikan bimbingan musikalisasi puisi untuk siswa-siswa di Aula Sri Tun Lanang.
    Sesi penulisan kreatif dengan sajian Menggali Sumber Inspirasi yang dibimbing oleh Jefri Al Malay sangat menarik untuk diikuti sehingga saya mesti melewatkan sesi Ihwal Musikalisasi Puisi yang disajikan oleh Ane Matahari, Mat Rock, dan Marhalim Zaini. Jefri Al Malay, selain sebagai sastrawan yang pernah mengabdikan diri sebagai guru honor selama tiga setengah tahun di Bengkalis, juga seorang penyair, dan beraktivitas sebagai wartawan budaya Riau Pos, asisten dosen di Universitas Lancang Kuning, aktif di Teater MATAN, serta memiliki prestasi-prestasi yang mengagumkam dalam sastra, memulai pertemuan dengan memberi judul sajiannya dengan Curhat Kepada Emak (dan Kakak).
    Jefri berkisah tentang perjalanannya sebagai guru, suami, ayah, menantu, penyair, dan penulis. Dari begitu banyak peristiwa, dan pengalaman hidupnya itu, Jefri menggali sumber inspirasi untuk menulis. Ada begitu banyak peristiwa, cerita, keluhan, dan momen-momen indah yang seringkali terabaikan dalam kehidupan, yang dapat dijadikan sebagai sumber inspirasi menulis. Begitulah Jefri memberikan contoh cara menggali sumber inspirasi untuk menulis kepada guru-guru yang menjadi peserta, termasuk saya. Saya sangat sepakat dengan yang disampaikan oleh penyair dan penulis nan membuat saya tidak bosan-bosannya mendengar puisi Anjung-Anjung. Selain itu, Jefri Al Malay juga menjadikan rindu dan galau sebagai energi untuk menulis. Seringkali kekuatan untuk menulisnya bersumber dari kampung. Kerinduan dan kegalauannya akan kampung telah membuatnya menulis karya-karya sastra yang punya ciri khas. Kita dapat menemukan hal tersebut dalam puisi-puisi yang telah ditulis olehnya.
    Jefri Al Malay menyebutkan bahwa awal kecintaannya menulis dimulai sejak dirinya masih belajar di sekolah menengah atas. Banyak sahabatnya yang meminta bantuannya untuk menuliskan surat cinta, dan memberinya upah untuk menuliskan surat-surat cinta tersebut. Dia juga mengisahkan bahwa Hasan Junus, salah seorang gurunya dalam menulis, pernah menyampaikan lima syarat untuk menjadi penulis kepadanya, yakni 1) membaca; 2) membaca; 3) membaca; 4) membaca; dan terakhir menulis.
Tak terasa ternyata sesi penulisan kreatif yang disajikan oleh Jefri Al Malay telah habis waktunya, dan akan dilanjutkan pada hari berikutnya. Saya rasa tidak salahnya jika nanti setelah mengikuti Bengkel Sastra ini, guru-guru yang menjadi peserta, dan belum berkesempatan menjadi peserta, dapat berdiskusi dengan Jefri Al Malay melalui media-media sosial di internet, atau mungkin mengundangnya untuk memberikan pelatihan menulis untuk guru-guru, dan siswa-siswa di sekolah-sekolah.
     Sesi penulisan kreatif dilanjutkan dengan materi yang sama oleh Hary B. Kori’un. Novelis Indonesia yang juga beraktivitas sebagai wartawan ini menyajikan bimbingan bertajuk Menulis Jika Tak Ingin Dilupakan. Penyajian beliau sangat dinikmati oleh guru-guru yang hadir, termasuk saya yang meminta izin dari panitia untuk mengikuti sesi pelatihan. Hary B. Kori’un menyampaikan bahwa sejarah sangat menyayangi tulisan. Tanpa tulisan, sejarah hanyalah cerita omong kosong yang kebenaran dan kesahihannya tidak bisa dipercaya, dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. Sungguh sebuah kesempatan yang bermanfaat dapat mengikuti bimbingan menulis oleh sastrawan yang telah menulis sebanyak 7 novel ini.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 16.20 WIB, pelatihan penulisan kreatif akan dilanjutkan keesokan harinya, begitu juga dengan pelatihan musikalisasi puisi untuk siswa-siswa.

Hari Kedua.
    Pada jadwal Bengkel Sastra 2015 tercantum bahwa sesi penulisan kreatif di hari kedua diisi dengan Teknik Menulis Prosa oleh Hary B. Kori’un, Teknik Menulis Esai oleh Marhalim Zaini, dan Teknik Menulis Puisi oleh Jefri Al Malay. Sedangkan musikalisasi puisi diisi dengan Olah Vokal oleh Ane Matahari, Harmonisasi Puisi oleh Mat Rock, Praktik Pemusikalan Puisi oleh Ane Matahari dan Mat Rock.
Saya mesti memilih untuk melewatkan kelas pelatihan teknik menulis oleh tiga orang sastrawan nan punya ciri khas masing-masing tersebut, hanya untuk menyaksikan Ane Matahari melatih olah vokal dan musikalisasi puisi untuk siswa-siswa.
    Dari penelusuran saya melalui internet, saya membaca beberapa tulisan yang memuat informasi bahwa Ane Matahari adalah anak dari H. Fredi Asri. Ayahnya dikenal sebagai pencipta musikalisasi puisi, dan sekaligus seniman yang berjasa mengenalkan musikalisasi puisi semakin dikenal, dinikmati, dan dipelajari oleh banyak kalangan di Indonesia.
    Siapa nan menggagas, menciptakan, menguji, mengembangkan, menyuluh, meneruskan, menggunakan, memperbarui, dan menyempurnakan musikalisasi puisi sebagai karya cipta seni nan indah, saya rasa Pak Danar dan Pusat Bahasa (sekarang Badan Bahasa) yang paling mengetahuinya. Jika sebelum dan sesudah H. Fredi Asri menciptakan musikalisasi puisi dari puisi-puisi penyair Indonesia, memang ada seniman-seniman maupun sastrawan yang bekerja sama memusikalisasi puisi, maka mereka semua berhak diberi apresiasi, dikenang, dan diakui sebagai sosok-sosok yang telah berjasa menjadikan puisi lebih dikenal, lebih indah, dan lebih menarik untuk dinikmati. Tentu saja yang tidak boleh dilupakan adalah Ane Matahari dan peranan Pusat Bahasa (yang sekarang menjadi Badan Bahasa) dan Balai Bahasa (tentu saja pemerintah dan negara).
    Ane Matahari memulai pelatihan olah vokal dengan siswa-siswa melakukan pemanasan, dan olah gerak tubuh selama sekitar 45 menit. Siswa-siswa diajak berjalan dalam bentuk lingkaran sambil menggerak-gerakkan tangan, jari-jari tangan, bahu, dan kepala. Pemanasan tidak terasa monoton sebab diiringi dengan beberapa musikalisasi puisi yang telah disiapkan Ane Matahari.
   Salah satu hal nan paling menarik perhatian saya adalah ketika Ane Matahari melatih siswa-siswa bernyanyi tanpa membuka mulut dengan Lagu Tanah Airku ciptaan Ibu Sud. Nyanyian itu sangat menggugah perasaan saya.
    Ane Matahari juga memberikan beberapa contoh musikalisasi puisi dengan menggunakan instrumen musik seperti seruling, gitar akustik, biola, kompang, jimbe, dan akordeon. Dia juga menjelaskan bahwa musikalisasi puisi bukanlah memainkan musik tanpa menggunakan dengan instrumen musik elektrik, juga bukan membacakan puisi dengan diiringi musik, atau menjadikan teks puisi sebagai lirik lagu dalam sebuah nyanyian. Dari penjelasan Ane Matahari, saya menyimpulkan bahwa musikalisasi puisi adalah menciptakan sebuah karya seni baru agar memunculkan dan mengolah nada-nada dalam puisi dalam wujud nada-nada dalam musik. 
Ane Matahari sedang menjelaskan tentang Musikalisasi Puisi.
    Dia juga menyatakan bahwa musikalisasi puisi adalah komunikasi rasa. Komunikasi rasa yang sangat bermanfa’at untuk mendidik siswa-siswa agar mencegah dirinya untuk terlibat dalam perkelahian sesama pelajar, dan mungkin menjadi korban sia-sia dari tawuran sesama pelajar.
Setelah sesi Olah Vokal selesai, pelatihan musikalisasi puisi dilanjutkan dengan Harmonisasi Puisi dan Musik oleh Mat Rock. Mat Rock, dengan nama lengkap Zalvandri ini adalah salah seorang musisi yang tergabung dalam Blacan Aromatic, telah merilis sebuah album bertajuk Kuala Sunyi Kuala Bunyi, berisikan 8 karya instrumental nan unik dengan dengan petikan-petikan gambusnya.
    Sungguh beruntung siswa-siswa yang dapat mengikuti pelatihan musikalisasi puisi sebab saya percaya bahwa pemahaman mereka tentang musikalisasi puisi akan bertambah, dan menarik minat mereka untuk membaca, dan menikmati puisi-puisi. Pemahaman yang bertambah itu juga saya rasakan karena seringkali saya mengira membaca puisi diiringi dengan musik adalah musikalisasi puisi, padahal bukan. Maklumlah, mengutip kata Muhammad Rasyid, M.Kom, jika tidak 0, maka adalah 1, atau masih 0,8. Kadang-kadang melihat baru di lapisan 1, namun berbicara sampai ke lapisan 10. Entahlah, saya juga jadi tertarik belajar bahasa mesin dalam komputer.
    Setelah mengikuti sesi musikalisasi puisi di hari kedua, saya segera ke Ruangan Pertemuan sesi penulisan kreatif untuk meminta salinan materi teknik menulis yang disajikan Hary B. Kori’un, dan Jefri Al Malay, dari panitia Bengkel Sastra 2015.
Hari Ketiga
    Sesi penulisan kreatif pada hari Minggu, 29 Maret 2015, diisi dengan praktik menulis yang dibimbing oleh Hary B. Kori’un, Marhalim Zaini, dan Jefri Al Malay. Sebelum mereka membimbing guru-guru yang menjadi peserta Bengkel Sastra, Pak Danar sempat membuka kegiatan di pagi hari tersebut dengan sajian tentang Bahasa dan Sastra. Beliau menjelaskan perbedaan menulis antara sastrawan dan ilmuwan. Ada beberapa contoh yang diberikan oleh beliau, dan contoh-contoh tersebut sangat berfaedah untuk membantu peserta memahami bahasa sehari-hari, bahasa sastra, dan bahasa ilmiah. Selain menjelaskan tentang ciri-ciri sastra yang baik, beliau juga menyampaikan bahwa tidak semua puisi itu elok diteriakkan, ada puisi yang akan lebih mengena jika dibisikkan. Pak Danar juga menjelaskan bahwa karya sastra itu multi tafsir dan sebaiknya jangan sering memaksakan tafsir atas suatu karya sastra sebab setiap orang yang membaca sebuah karya sastra memiliki penafsiran nan berbeda pula akan karya tersebut. Penjelasan tentang makna kias dan citraan-citraan menjadi penutup sesi yang disajikan oleh Pak Danar.
    Kegiatan penulisan kreatif dilanjutkan dengan praktik menulis oleh guru-guru yang telah dibimbing oleh tiga orang sastrawan. Saya menyempatkan diri untuk berdiskusi dengan Pak Danar di luar ruangan sambil menikmati kopi pekat nan manis khas SMKN 2 Dumai. Beberapa nasehat dari Pak Danar yang disampaikannya dalam diskusi tersebut tentu sangat berguna bagi saya. Nasehat-nasehat beliau tidak perlu diragukan lagi sebab beliau adalah salah seorang pakar bahasa dan sastra, sekaligus sastrawan yang juga telah menulis karya sastra. Dari informasi yang saya peroleh dari beliau dan juga beberapa orang pegawai, sekaligus peneliti, dari Balai Bahasa Provinsi Riau, ternyata tugas-tugas yang diemban oleh pegawai BBPR sangat mulia dan berat. Salah satu tugas mereka adalah meneliti, memetakan, dan mengumpulkan khazanah bahasa dan sastra dari masyarakat Indonesia yang masih hidup di wilayah pedalaman hutan nan jauh dari peradaban kota. Mereka juga berkeliling Riau untuk menyelenggarakan penyuluhan Bahasa Indonesia, Bengkel Sastra, dan program-program lain terkait Bahasa dan Sastra Indonesia.
    Selain berdiskusi dengan Pak Danar, saya juga mengobrol tentang beberapa hal dengan Ane Matahari, Hary B. Kori’un, Marhalim Zaini, Jefri Al Malay, dan Muhammad Rasyid. Sayang sekali jika kesempatan untuk bertatap muka dengan sastrawan-sastrawan dan pakar-pakar dibidangnya terlewatkan tanpa bertanya tentang sesuatu yang memang hendak saya tanyakan. Terima kasih atas waktu, jawaban, dan nasehat-nasehat yang telah diberikan oleh mereka.
    Kegiatan Bengkel Sastra di Dumai ditutup dengan penyerahan buku-buku dari Balai Bahasa Provinsi Riau kepada perwakilan guru. Selain itu juga ada penampilan dua orang guru yang membacakan puisi karangan mereka sendiri. Salah satunya adalah guru saya ketika saya masih duduk di bangku sekolah menengah atas. Beliau tentu masih ingat ketika saya masih bandel dan diusir keluar kelas karena tidak mau merapikan rambut saya yang agak sedikit gondrong. Kalau rambut sudah dirapikan, baru boleh masuk kelas. Hanya sayangnya pada saat itu saya lebih memilih tidak memangkas rambut dan memilih bolos sekolah. Semoga siswa-siswa sekarang mau menerima nasehat-nasehat dari guru-gurunya.
   Setelah dua orang guru membacakan puisinya, kegiatan dilanjutkan dengan pementasan musikalisasi puisi oleh siswa-siswa dari SMAN 5, SMKN 2, SMAN 2, SMA SANTO TARCISIUS, SMAN 1, SMAN 4, dan SMA YKPP Dumai. Terlihat guru-guru dan semua yang hadir dalan Aula Sri Tun Lanang sangat menikmati musikalisasi puisi oleh siswa-siswa. Tidak sia-sia Ane Matahari, Marhalim Zaini, dan Mat Rock membimbing mereka untuk memahami musikalisasi puisi. 
Penampilan Musikalisasi Puisi Siswa-Siswa Peserta Bengkel Sastra 2015 di Dumai.
    Tentu saja ada yang kurang jika kegiatan Bengkel Sastra di hari terakhir itu tidak disempurnakan dengan penampilan Jefry Al Malay dan Ane Matahari. Para peserta Bengkel Sastra dan juga saya sendiri, sangat menikmati puisi Anjung-Anjung yang disenandungkan dan dibaca oleh Jefri Al Malay. Memang sudah sangat tepat sekali jika dia dinobatkan sebagai Johan Penyair se-Asia Tenggara pada Tarung Penyair 2011 di Tanjung Pinang.
    Penampilan nan telah ditunggu-tunggu oleh para peserta dan saya sendiri, adalah musikalisasi puisi oleh Ane Matahari. Beliau telah memperlihatkan contoh nan baik dan indah tentang bagaimana memusikalisasi puisi dengan menampilkan musikalisasi puisi Do’a karya Chairil Anwar dan Lagu Persaudaraan karyanya sendiri. Kalau hendak melihat video-video musikalisasi Ane Matahari bersama Sanggar Matahari dan Sanggar Sastra Kalimalang, silahkan lihat di youtube. 
Foto Bersama Sastrawan, Para Peserta Bengkel Sastra 2015, dan Balai Bahasa Provinsi Riau
     Teringat akan sebuah semboyan bersama teman-teman di tahun 2004 yakni Menjalin Persaudaraan dan Persahabatan dalam Persamaan dan Perbedaan, semoga hidup ini semakin lebih baik tanpa kebencian. Mudah-mudahan dengan menulis, menulis, dan menulis akan membuat diri memahami bahwa hidup lebih indah dengan cinta.
    Terima kasih kepada Drs. Agus Sri Danardana, M.Hum. sebagai Kepala Balai Bahasa Provinsi Riau dan sastrawan, Ibu Elvina Syarir, S.Pd. dan rekan-rekan Panitia Bengkel Sastra, Hary B. Kori’un, Marhalim Zaini, Jefrizal (Jefri Al Malay), Zalvandri (Mat Rock), Andri S. Putra (Ane Matahari), Drs. Misdiono, M.M., Muhammad Rasyid, M.Kom., Jusmilita, S.Pd. dan guru-guru SMKN 2 Dumai. Moga-moga ada kesempatan dan pertemuan lainnya bagi saya untuk berdiskusi dengan sastrawan-sastrawan, Pak Danar dan jajarannya yang menyelenggarakan Bengkel Sastra.
    Semoga tulisan ini bermanfaat untuk siapa saja yang hendak mengetahui sebuah kisah tentang pengalaman mengikuti dan menyaksikan Bengkel Sastra 2015. Setidaknya, untuk mempraktikkan apa yang telah disampaikan oleh Jefri Al Malay, bahwa ada banyak peristiwa yang terabaikan dapat menjadi sumber inspirasi untuk menulis. Peristiwa mengikuti Bengkel Sastra 2015 ini tentu saja tidak patut diabaikan sebab ini adalah salah satu ruang nyata untuk belajar tentang sastra. Jika dalam menulis kisah ini, masih kental unsur subjektivitasnya, dan tiada objektivitasnya, mohon dimaklumi, sebab saya masih belajar menulis.

Ahlul Hukmi bin Ramli Abu Samah, 04 April 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar