28/10/15

Benang Merah Surat Cinta Novel Indonesia dan Kesamaan Judul Puisi Indonesia


      Tulisan ini bukan kritik sastra dan juga bukan untuk mengajar orang tua makan dadih. Ini hanya semata-mata untuk menyampaikan tanya nan nyata saja tentang adanya kesamaan ciri khas penulisan surat-surat cinta dalam beberapa novel percintaan terkenal yang dikarang oleh sastrawan Indonesia dan kesamaan judul beberapa puisi karya penyair Indonesia.
      Ketika kita pernah mendengar dan membaca adanya pertanyaan dan pernyataan bahwa ada karya-karya sastra dari sastrawan Indonesia yang diduga dan dianggap sebagai hasil menjiplak karya-karya sastra dari luar negeri dan dalam negeri, hal pertama yang mesti kita cermati apakah pertanyaan, pernyataan dan kritik tersebut muncul karena hendak memberikan pencerahan dalam dunia sastra. Pencerahan bahwa proses mencipta karya sastra itu juga dipengaruhi oleh banyak hal.
Lanjutkan Membaca >>

14/10/15

Selisik Sastra Tutur Tampieh & Tempias


Naskah cerita rakyat berjudul Tempias dituliskan setelah mendengarkan penuturan cerita rakyat oleh Muslim Arofat, salah seorang aktivis kepemudaan di Dumai. Muslim Arofat berusia 29 tahun, warga Dumai, mendengarkan cerita rakyat ini dari penuturan dari generasi sebelumnya.

Jauh sebelumnya penulis juga sudah pernah mendengarkan cerita rakyat ini dalam 2 bahasa yaitu bahasa Minang dan bahasa Melayu. 

Apakah karya sastra tutur berjudul Tampieh dan karya sastra tutur berjudul Tempias bersumber dari sebuah karya sastra tutur yang sama, dan kemudian tumbuh berkembang di pelbagai kelompok masyarakat dengan bahasa nan berbeda, hanya dapat dibuktikan dengan melakukan penelitian sastra tutur yang komprehensif.

Adanya kemungkinan bahwa penulis pertama sekali mendengarkan cerita rakyat berjudul Tampieh ini dalam bahasa Minang, kemudian menuturkannya kembali dalam bahasa Indonesia kepada sahabat-sahabat sepermainan penulis ketika masih kanak-kanak, dan kemungkinan mereka juga menuturkan lagi cerita tersebut dalam bahasa Melayu, tentu saja akan dapat dibuktikan dengan cara menelitinya dengan disiplin ilmu sastra lisan, tradisi lisan dan kajian budaya. Beberapa penutur cerita rakyat Tampieh dan penutur cerita rakyat Tempias masih hidup dan mungkin dapat diminta informasinya untuk kepentingan penelitian sastra tutur.
Lanjutkan Membaca >>

Tempias


Kala itu rimba raya masih ada. Rimba raya kaya dengan pokok-pokok nan sangat besar dan tinggi menjulang. Binatang liar nan buas seperti harimau, rusa, kijang, babi, beruang, beruk, pelanduk dan ayam hutan hidup bebas.
Tak jauh dari rimba raya tersebut ada sebuah kampung. Kampung itu dipimpin oleh seorang penghulu. Penduduknya sangat menghormati penghulu sebab beliau selalu membantu penduduk yang sedang mengalami masalah. Mereka hidup rukun dan tenteram. Penduduknya bekerja sebagai nelayan menangkap ikan di laut, rawa-rawa, dan sungai. Ada yang berladang menanam ubi, jagung, betik, dan sayur-sayuran di ladang, bertani menanam padi di sawah tadah hujan. Ada juga yang berdagang dan berlayar ke pulau dan negeri seberang laut.
Letak kampung yang dekat laut membuat kampung itu terkenal dan ramai didatangi oleh orang-orang dari pelbagai penjuru negeri. Ada yang hanya singgah untuk kemudian melanjutkan perjalanan menuju negeri seberang laut. Ada pula yang datang untuk berdagang dan memilih untuk bermukim di kampung itu. Semua yang datang dan pergi mesti melapor kepada penghulu. Hal itu bertujuan agar penghulu dapat mengetahui jumlah pertambahan penduduk dan masalah-masalah yang menyertainya.
Sudah beberapa minggu belakangan penduduk risau. Mereka tidak tenteram lagi karena beberapa ekor ternak kambing mereka hilang. Penduduk mencurigai Budin yang mencurinya, namun mereka tidak punya bukti. Oleh karena mereka tak ingin berburuk sangka, mereka segera melaporkan kecurigaan mereka kepada penghulu.
Lanjutkan Membaca >>