16/06/16

Sekadar Berkisah


       Aku membaca sebuah tulisan dari seorang sastrawan yang telah banyak menuliskan novel. Tulisannya berkisah ihwal pengalamannya dalam dunia literasi. Dia berkacamata dan gemar mengenakan topi. Orangnya tegap dan gagah. Dia juga sering berbagi kisah dan ilmu melalui bengkel-bengkel sastra. Kisahnya itu, meski hanya sekelumit, namun inspiratif. Oleh karena itu, aku pun jadi ingin berkisah ihwal pengalamanku hingga aku gemar menulis.
      Pada tahun 1998, kakak-kakak kelas di sekolah menengah atas tempat aku belajar, sedang menyelenggarakan Lomba Menulis Surat untuk Ibu sempena Hari Ibu. Aku pun tertarik ingin menuliskan suratku. Pada saat itu ada kegemaran pelajar-pelajar SMA menulis di lembaran-lembaran permintaan (request) lagu-lagu di pelbagai radio.
      Aku menulis surat untuk Emak yang didalamnya ada puisi. Biasanya pelajar-pelajar yang masuk siang, juga mesti hadir Upacara Pengibaran Bendera tiap hari Senin pagi. Entah mengapa, ketika itu, aku tidak hadir. Siangnya aku diberi hadiah sepasang pena oleh teman sekelasku yang dititipkan oleh kakak-kakak kelasku. Temanku itu bilang kalau tulisanku dipilih sebagai pemenang pertama. Surat dan puisinya pun dibacakan ketika pengumuman pemenang setelah selesai Upacara Pengibaran Bendera. 
Lanjutkan Membaca >>

Catatan


Prekognisi dan Premonisi

        Setiap prekognisi dan premonisi yang diterima oleh setiap penerima tanda, sinyal, dan simbol dapat dianalisis berdasarkan Yes or No Questions dan Information Questions (What, where, when, why, which, who, whom, whose, and how). Masing-masing tanda, sinyal, dan simbol dapat dibedakan dalam klasifikasi dan kategori menurut statistik, jenis, dan pengaruh pada database terpadu berbasis perangkat lunak dan perangkat keras berbiner. Akan tetapi, setiap prekognisi dan premonisi yang sudah pasti sebagai predestinasi tidak dapat diubah, ditunda, dan dipercepat karena hakikatnya segala sesuatu dalam kehidupan manusia selalu sesuai dengan ketentuan yang menciptakan manusia. Biasanya tanda, sinyal, dan simbol maujud dalam bentuk yang dapat dibaca, didengar, dilihat, dan dirasa oleh setiap prekognitor dan premonitor. 

Lanjutkan Membaca >>

Cerita Pendek


Tas

Ini hanyalah cerita sisuak ketika masih banyak koin lima perak. Pandia dan kawan-kawannya sering menyebutnya limper. Si Pandia berbagi kisahnya sebagai ungkapan terima kasih nan terhingga pada Ibu dan Ayahnya, sebagai tanda hormat pada guru-gurunya, dan sebagai kenangan indah ketika bermain bersama-sama kawan-kawannya.
Dulu dia bersekolah berjalan kaki ketika masih belajar di sekolah dasar. Celananya sering batamba. Sepatunya pun acap kali menganga. Maklumlah, pada masa itu ibu dan ayahnya bekerja sebagai guru. Ketika itu guru-guru hanya kaya dengan amal yang diperoleh mereka dari berbagi ilmu dengan murid-muridnya. Gaji mereka pun tidak mencukupi untuk membayar hutang belanja kebutuhan sehari-hari. Jatah beras dari negara pun hanya beras berkutu dan berbatu. Mujurlah ada koperasi simpan-pinjam yang dikelola oleh guru-guru.
Biasanya ibunya berjalan kaki menuju sekolah, dan ayahnya mengendarai kereta angin. Mungkin negara juga lagi susah pada saat itu. Kalau negara lagi susah, rakyat juga ikut susah. Mana ada rakyat yang mau negaranya susah.
Lanjutkan Membaca >>