Aku membaca sebuah tulisan dari seorang sastrawan yang
telah banyak menuliskan novel. Tulisannya berkisah ihwal pengalamannya dalam dunia literasi. Dia berkacamata dan gemar mengenakan topi. Orangnya tegap dan gagah. Dia juga sering berbagi kisah dan ilmu melalui bengkel-bengkel sastra. Kisahnya itu, meski hanya sekelumit, namun inspiratif. Oleh karena itu, aku pun jadi
ingin berkisah ihwal pengalamanku hingga aku gemar menulis.
Pada tahun 1998, kakak-kakak kelas di
sekolah menengah atas tempat aku belajar, sedang menyelenggarakan Lomba Menulis
Surat untuk Ibu sempena Hari Ibu. Aku pun tertarik ingin menuliskan suratku.
Pada saat itu ada kegemaran pelajar-pelajar SMA menulis di lembaran-lembaran
permintaan (request) lagu-lagu di
pelbagai radio.
Aku menulis surat untuk Emak yang
didalamnya ada puisi. Biasanya pelajar-pelajar yang masuk siang, juga mesti
hadir Upacara Pengibaran Bendera tiap hari Senin pagi. Entah mengapa, ketika
itu, aku tidak hadir. Siangnya aku diberi hadiah sepasang pena oleh teman
sekelasku yang dititipkan oleh kakak-kakak kelasku. Temanku itu bilang kalau
tulisanku dipilih sebagai pemenang pertama. Surat dan puisinya pun dibacakan
ketika pengumuman pemenang setelah selesai Upacara Pengibaran Bendera.