24/05/15

PERANG DUA RAJA


             Gelanggang pertempuran sudah terbentang. Warna-warna hitam dan putih jelas sekali terlihat dipandangan mata. Bunyi peringatan untuk segera memulai perang sudah pula terdengar jelas di telinga. Tiada lagi keraguan dan kebimbangan. Perang segera dimulai. Dalam pertempuran ini pasti ada yang menjadi pemenang dan menikmati kekalahan. Tak ada kata menang jadi arang dan kalah jadi abu sebab ini adalah perang untuk satu tujuan yaitu meraih kemenangan. Kawan atau lawan sudah terpetakan. Strategi, taktik dan jebakan silih berganti akan diperlihatkan. Ketiganya acap kali disembunyikan meski memperlihatkan gerakan dalam langkah dan diam. Tiada warna-warni biru, hijau, kuning, merah, oranye, ungu dan abu-abu. Dalam pertempuran ini hanya ada putih dan hitam. Salah satu harus menjadi pemenang. Kalau tidak hitam pastilah putih. Jika tidak putih mestilah hitam. Tidak ada hitam putih menjadi pemenang dalam pertempuran ini.

         Menteri mendapat titah dari Raja untuk segera mengirimkan seseorang mara ke medan pertempuran.
            “Mara”, perintahnya.
            Pion putih yang berada di depan Raja segera melangkah ke depan. Terlihat jelas oleh lawan ada peluang untuk menyerang Raja dalam beberapa langkah di pertempuran. Delapan pion yang berani mati tak pernah mundur dalam langkahnya patuh pada perintah Raja. Menjadi umpan, ditangkap dan mati terbunuh dalam gelanggang pertempuran ini adalah sebuah kewajiban. Pion adalah penerabas yang siap berkorban dan mara terus membuka jalan, mengentarkan barisan lawan dengan langkah-langkah yang tetap terus mara ke depan. Jika lawan lengah pion punya peluang besar untuk menyerang dan membuat langkah Raja Hitam terhenti dalam kekalahan. 
            Pion mendapat gulungan perintah spesial dari Raja Putih jika dalam pertempuran nanti Menteri, Benteng, Gajah dan  Kuda yang tertangkap atau mati terbunuh oleh lawan maka Pion harus siap menggantikan posisi salah satunya sesuai dengan situasi dan kondisi di gelanggang pertempuran. Pion mesti mara terus sehingga berada di wilayah terakhir lawan untuk dapat mewujudkan tugas dalam gulungan yang spesial itu. Waktu terus berlalu. Semuanya telah siap dan siaga. Delapan pion tetap berada di depan dan selalu mara ke depan. Tidak akan pernah mundur.
            Dua Benteng kokoh terlihat angker menjaga Raja Putih dalam kesiapan. Tidak ada kata lengah dan lalai sebab lawan dapat datang dari depan, samping kanan, samping kiri dan belakang. Jika perintah Raja Putih dititahkan untuk mara melangkah sampai ke wilayah lawan maka segera hal itu dilaksanakan. Mara atau mundur tergantung titah Raja. Benteng adalah pertahanan utama Raja Putih agar tidak mudah mengalami pendadakan. Benteng ini sungguh luar biasa sebab menjadi pertahanan tanpa roket anti pesawat, roket anti tank, roket anti heli, meriam, senjata mesin otomatis dan kilatan periskop penembak jitu. Tiada ada kawat berduri, parit dalam dan medan ranjau di depannya.
            Dua Kuda yang kuat dan terlatih telah pula dipersiapkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan untuk membantu Gajah dan Pion-Pion yang mara. Acap kali pula mereka segera melesat mendahului Pion-Pion jika titah telah diterima.
            Dua Gajah telah diperintahkan untuk segera mengiringi langkah mara ke depan oleh Raja Putih.
            “Mara, mara, mara ke tengah barisan lawan”, seru Raja Putih.
            Sigap dan siap kedua Gajah mara serong ke kanan dan kiri. Siapapun yang ada di kanan dan di kiri mesti berhati-hati sebab Raja Putih telah memberi perintah tumpas setiap lawan yang menghadang langkah mara ke hadapan sampai Raja Hitam kalah dan terhenti langkahnya.
            Menteri sibuk mengatur dan menyampaikan perintah Raja Putih kepada Pion-Pion yang tak pernah mundur dan hanya berhenti jika diperintahkan. Perintah juga ditujukan untuk Kuda dan Gajah untuk mengiringi langkah-langkah barisan Pion yang berani mati dalam wilayah lawan. Sementara Benteng-Benteng telah mendapat mandat dari Raja Putih untuk melakukan gerakan khusus jika terlihat ada upaya-upaya pendadakan mengalahkan Raja Putih dalam gerakan-gerakan yang tidak terduga.   Pendadakan adalah serangan yang sangat berbahaya dan mematikan sebab metode ini memiliki potensi untuk mengancam Raja Putih. Benteng-Benteng, Gajah, Kuda, Pion-Pion dan Menteri sekalipun tak pernah dapat menduga serangan pihak lawan dari Raja Hitam yang telah mempersiapkan salah satu anggota barisannya untuk juga mara menuju Raja Putih. Raja Putih tidak kalah siasat dan menitahkan kepada Menteri untuk segera merekayasa sebuah gerakan memancing siapa-siapa saja yang memiliki potensi melakukan pendadakan yang diperintahkan oleh Raja Hitam.
            “Berikan umpan, buka jalan, biarkan lawan melangkah, kenali pola gerakannya dan analisa kemungkinan taktiknya dalam pendadakan untuk menyerang, menyudutkan dan membunuhku”, titah Raja Putih kepada Menteri yang dipercayakannya untuk menjadi Panglima.
            “Jika beta nanti terbunuh pastilah kita kalah sebab Beta adalah Raja Putih yang berkuasa di wilayah ini”, sambungnya.
        Menteri memahami titah tersebut. “Siap Raja. Hamba laksanakan”, dia dengan sigap menjawabnya tanpa terlihat memperbaiki tanjaknya, posisi keris dan pedangnya. Ada apa agaknya ini. Ternyata Menteri ini memang tidak mengenakan tanjak dan tiada memiliki keris serta pedang. Menteri ini seperti macan tutul agaknya. Main cantik turun tunggal untuk menentukan sasaran dan targetnya sesuai perintah Raja Putih dalam titahnya. Mandat dalam titah digunakan untuk menyusun langkah-langkah agar barisan pasukan Raja Putih terus mara ke hadapan untuk menangkap dan mengalahkan Raja Hitam. Jika diperlukan Raja Hitam dibunuh agar barisan lawan terhenti langkahnya dalam pertempuran.
            Ini adalah gelanggang pertempuran untuk merebutkan kemenangan tanpa bom, mesiu, senjata, pertumpahan darah dan korban nyawa lain yang tidak perlu. Tiga belas anggota barisan Raja Putih telah mulai mara sementara Raja Putih terlihat jelas dari posisinya dikawal dengan dua Benteng yang kokoh. Satu persatu Pion mara dan tiada sekali-sekali mundur. Jika terhenti itu adalah perintah dalam titah Raja Putih.
         Di saat yang bersamaan Raja Hitam telah mempersiapkan barisannya untuk segera menghadang barisan Raja Putih yang telah satu persatu mara ke gelanggang pertempuran. Raja Hitam tetap tenang dan tidak gegabah. Dia punya sebuah pendadakan untuk mengalahkan Raja Putih. Sementara Raja Putih juga telah bersiap-siap menghadapi pendadakan itu. Raja Putih telah mengirimkan Pion-Pion dari barisannya untuk mengetahui barisan lawan yang akan melakukan hal itu. Strategi, taktik dan siasat telah disiapkan oleh keduanya sebelum melakukan gerakan mara untuk merebut kemenangan. Raja Putih dan Raja Hitam memiliki kemampuan untuk hal itu.
         Satu persatu Pion-Pion barisan Raja Hitam berhadapan dengan Pion-Pion barisan Raja Putih. Kedua Raja telah mengirimkan titah untuk segera melakukan serangan serta membuka jalan bagi Gajah, Kuda dan Benteng untuk melangkah dan meraih kemenangan.
        Raja Putih sekarang hanya ditemani oleh satu Pion yang tersisa dalam pertempuran, satu Benteng dan satu Gajah sedangkan Menteri telah dikorbankan dalam upaya penyelamatan posisi Raja Putih. Di pertengahan upaya menyerang ke dalam wilayah lawan dan menangkap satu persatu barisan pasukan Raja Hitam hampir saja Raja Putih terancam menjadi korban dan terselamatkan. Menteri yang patuh pada titah Raja Putih segera mengorbankan dirinya agar ditangkap oleh Gajah dari Raja Hitam sehingga Raja Putih dapat melangkah ke posisi yang aman. Terselamatkan oleh Menteri yang menjadi korban. Sebelum ancaman itu datang, Pion-Pion Raja Hitam sudah meningkatkan frekuensi serangan. Mereka tambah bersemangat sebab Kuda-Kuda telah mengambil posisi di wilayah Raja Putih. Kemenangan sudah di depan mata pikir mereka.
            Pola berani mati dan tak pernah mundur ke belakang juga diperlihatkan oleh Pion-Pion dari barisan Raja Hitam. Hampir saja berhasil Kuda-Kuda yang diperintahkan Raja Hitam untuk melakukan pendadakan terhadap Menteri Putih. Kuda-Kuda Hitam sedikit lagi akan menendang dia keluar dari gelanggang pertempuran. Menteri Hitam dengan semangat bersiap dari posisinya melangkah dan berdiri di depan Raja Putih saat Menterinya dikeluarkan. Agaknya Gajah Putih yang sudah lama berada melangkah serong di kiri mengetahui upaya pendadakan ini. Dia dengan sigap mara dan menangkap salah satu Kuda Hitam. Raja Putihpun menjadi aman posisinya.
            Pion-Pion Putih meluap kemarahannya dan merasa malu dengan Menteri maupun Raja mereka sebab dengan langkah pasti mereka berdiri paling depan untuk mengalahkan lawan dalam kombinasi serangan langusng maupun dengan umpan dan penghadangan tetapi mereka hampir kecolongan saat Kuda-Kuda Hitam dari kiri dan kanan masuk menuju wilayah Raja Putih. Pion-Pion Putih segera melakukan serangan balasan.
            “Jika diperlukan kau, kau dan kau harus siap menjadi umpan untuk keberhasilan serangan ini, ucap salah satu Pion paling depan yang berhadapan langsung dengan Pion-Pion dan Kuda Hitam yang tinggal sendiri. Pion ini memberikan laluan kepada Pion-Pion Putih lain yang berada selangkah di belakang posisinya.
            Raja Putih yang ditemani oleh satu Pion yang tersisa dalam pertempuran, satu Benteng dan satu Gajah dihadang langkahnya oleh dua Benteng Hitam. Di samping kiri dan kanan sudah terlihat Gajah menutup jalannya untuk menyelamatkan diri. Menteri Hitam telah bersiap searah jalan belakang Raja Putih untuk kembali ke wilayahnya. Ancaman serangan Raja Hitam tidak main-main. Entah apa yang terpikirkan lagi oleh Raja Putih. Pion Putih yang berprinsip berani mati ini ingin segera menewaskan Benteng Hitam agar Raja Putih dapat melangkah ke posisi yang aman tetapi itu tidak mungkin sebab Benteng Hitam yang satu menunggu Pion Putih melangkah dan segera menangkap serta mengalahkan Raja Putih dari celah yang akan terbuka jika Pion Putih tetap mara.
            Puluhan juta mata di berbagai belahan dunia menyaksikan detik-detik terakhir ini. Langkah-langkah terakhir akan menentukan pemenang dalam gelanggang pertempuran ini. Sebuah benda mati yang hidup melayang di atas bumi turut berperan dalam upaya merekam dan memperlihatkan momen penentuan tersebut. Matahari masih tetap berada di posisinya. Bumi terus berputar tanpa henti. Raja Hitam sedikit sementung parasnya sebab Pion Putih terakhir yang tersisa tidak dapat melangkah mara untuk memberikan celah terbuka. Raja Hitam, dua Benteng, dua Pion dan satu Gajah semakin dalam kekesalannya. Pertempuran ini berada dalam stagnansi. Kedua pihak yang berlawanan tidak dapat melangkah lagi untuk saling menyerang. Raja Putih dan Raja Hitam telah bersepakat untuk menghentikan pertempuran. Tiada yang terancam dengan pola, langkah dan posisi barisan Putih dan Hitam.
           Puluhan pasang mata yang menyaksikan sudah mengetahui siapa pemenang dalam gelanggang pertempuran ini. Mereka kembali menyaksikan pertempuran-pertempuran lain yang telah dipersiapkan. Nun jauh di sana sekelompok manusia memesan beberapa gelas minuman dan tertawa dalam sebuah kamar setelah bersepakat untuk sebuah kesepakatan yang tidak pernah diketahui apa kelanjutannya. Pion-pion tidak tak pernah berangan-angan untuk menjadi Raja sebab tugas, hidup dan matinya adalah untuk kemenangan Raja. Bagaikan anak-anak panah yang siap melesat ke sasaran maka pion-pion pun kembali bersiaga untuk menanti tugas dalam gelanggang pertempuran berikutnya.

Catatan
Pion                 : Bidak
Titah                : perintah/ instruksi Raja
Mara                : maju ke depan
Sementung      : cemberut

(Pernah dimuat dalam OASE kompas.com, 14 September 2012 Pukul 20.17 WIB, Editor: Jodhi Yudono)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar