Gelanggang pertempuran sudah terbentang. Warna-warna hitam dan putih
jelas sekali terlihat dipandangan mata. Bunyi peringatan untuk segera memulai perang
sudah pula terdengar jelas di telinga. Tiada lagi keraguan dan kebimbangan.
Perang segera dimulai. Dalam pertempuran ini pasti ada yang menjadi pemenang
dan menikmati kekalahan. Tak ada kata menang jadi arang dan kalah jadi abu
sebab ini adalah perang untuk satu tujuan yaitu meraih kemenangan. Kawan atau
lawan sudah terpetakan. Strategi, taktik dan jebakan silih berganti akan
diperlihatkan. Ketiganya acap kali disembunyikan meski memperlihatkan gerakan
dalam langkah dan diam. Tiada
warna-warni biru, hijau, kuning, merah, oranye, ungu dan abu-abu. Dalam
pertempuran ini hanya ada putih dan hitam. Salah satu harus menjadi pemenang.
Kalau tidak hitam pastilah putih. Jika tidak putih mestilah hitam. Tidak ada
hitam putih menjadi pemenang dalam pertempuran ini.
Menteri mendapat
titah dari Raja untuk segera mengirimkan seseorang mara ke medan pertempuran.
“Mara”,
perintahnya.
Pion putih yang
berada di depan Raja segera melangkah ke depan. Terlihat jelas oleh lawan ada
peluang untuk menyerang Raja dalam beberapa langkah di pertempuran. Delapan
pion yang berani mati tak pernah mundur dalam langkahnya patuh pada perintah
Raja. Menjadi umpan, ditangkap dan mati terbunuh dalam gelanggang pertempuran
ini adalah sebuah kewajiban. Pion adalah penerabas yang siap berkorban dan mara
terus membuka jalan, mengentarkan barisan lawan dengan langkah-langkah yang
tetap terus mara ke depan. Jika lawan lengah pion punya peluang besar untuk
menyerang dan membuat langkah Raja Hitam terhenti dalam kekalahan.
Pion mendapat
gulungan perintah spesial dari Raja Putih jika dalam pertempuran nanti Menteri,
Benteng, Gajah dan Kuda yang tertangkap
atau mati terbunuh oleh lawan maka Pion harus siap menggantikan posisi salah
satunya sesuai dengan situasi dan kondisi di gelanggang pertempuran. Pion mesti
mara terus sehingga berada di wilayah terakhir lawan untuk dapat mewujudkan
tugas dalam gulungan yang spesial itu. Waktu
terus berlalu. Semuanya telah siap dan siaga. Delapan pion tetap berada di
depan dan selalu mara ke depan. Tidak akan pernah mundur.
Dua Benteng kokoh
terlihat angker menjaga Raja Putih dalam kesiapan. Tidak ada kata lengah dan
lalai sebab lawan dapat datang dari depan, samping kanan, samping kiri dan
belakang. Jika perintah Raja Putih dititahkan untuk mara melangkah sampai ke
wilayah lawan maka segera hal itu dilaksanakan. Mara atau mundur tergantung
titah Raja. Benteng adalah pertahanan utama Raja Putih agar tidak mudah
mengalami pendadakan. Benteng ini sungguh luar biasa sebab menjadi pertahanan
tanpa roket anti pesawat, roket anti tank, roket anti heli, meriam, senjata
mesin otomatis dan kilatan periskop penembak jitu. Tiada ada kawat berduri,
parit dalam dan medan ranjau di depannya.
Dua Kuda yang kuat
dan terlatih telah pula dipersiapkan jika sewaktu-waktu dibutuhkan untuk
membantu Gajah dan Pion-Pion yang mara. Acap kali pula mereka segera melesat
mendahului Pion-Pion jika titah telah diterima.
Dua Gajah telah
diperintahkan untuk segera mengiringi langkah mara ke depan oleh Raja Putih.
“Mara, mara, mara
ke tengah barisan lawan”, seru Raja Putih.
Sigap dan siap
kedua Gajah mara serong ke kanan dan kiri. Siapapun yang ada di kanan dan di
kiri mesti berhati-hati sebab Raja Putih telah memberi perintah tumpas setiap
lawan yang menghadang langkah mara ke hadapan sampai Raja Hitam kalah dan
terhenti langkahnya.
Menteri sibuk
mengatur dan menyampaikan perintah Raja Putih kepada Pion-Pion yang tak pernah
mundur dan hanya berhenti jika diperintahkan. Perintah juga ditujukan untuk
Kuda dan Gajah untuk mengiringi langkah-langkah barisan Pion yang berani mati
dalam wilayah lawan. Sementara Benteng-Benteng telah mendapat mandat dari Raja
Putih untuk melakukan gerakan khusus jika terlihat ada upaya-upaya pendadakan
mengalahkan Raja Putih dalam gerakan-gerakan yang tidak terduga. Pendadakan adalah serangan yang sangat
berbahaya dan mematikan sebab metode ini memiliki potensi untuk mengancam Raja
Putih. Benteng-Benteng, Gajah, Kuda, Pion-Pion dan Menteri sekalipun tak pernah
dapat menduga serangan pihak lawan dari Raja Hitam yang telah mempersiapkan
salah satu anggota barisannya untuk juga mara menuju Raja Putih. Raja Putih
tidak kalah siasat dan menitahkan kepada Menteri untuk segera merekayasa sebuah
gerakan memancing siapa-siapa saja yang memiliki potensi melakukan pendadakan
yang diperintahkan oleh Raja Hitam.
“Berikan umpan,
buka jalan, biarkan lawan melangkah, kenali pola gerakannya dan analisa kemungkinan
taktiknya dalam pendadakan untuk menyerang, menyudutkan dan membunuhku”, titah
Raja Putih kepada Menteri yang dipercayakannya untuk menjadi Panglima.
“Jika beta nanti
terbunuh pastilah kita kalah sebab Beta adalah Raja Putih yang berkuasa di
wilayah ini”, sambungnya.
Menteri memahami
titah tersebut. “Siap Raja. Hamba laksanakan”, dia dengan sigap menjawabnya
tanpa terlihat memperbaiki tanjaknya, posisi keris dan pedangnya. Ada apa
agaknya ini. Ternyata Menteri ini memang tidak mengenakan tanjak dan tiada
memiliki keris serta pedang. Menteri ini seperti macan tutul agaknya. Main
cantik turun tunggal untuk menentukan sasaran dan targetnya sesuai perintah
Raja Putih dalam titahnya. Mandat dalam titah digunakan untuk menyusun
langkah-langkah agar barisan pasukan Raja Putih terus mara ke hadapan untuk
menangkap dan mengalahkan Raja Hitam. Jika diperlukan Raja Hitam dibunuh agar barisan
lawan terhenti langkahnya dalam pertempuran.
Ini adalah
gelanggang pertempuran untuk merebutkan kemenangan tanpa bom, mesiu, senjata,
pertumpahan darah dan korban nyawa lain yang tidak perlu. Tiga belas anggota
barisan Raja Putih telah mulai mara sementara Raja Putih terlihat jelas dari
posisinya dikawal dengan dua Benteng yang kokoh. Satu persatu Pion mara dan
tiada sekali-sekali mundur. Jika terhenti itu adalah perintah dalam titah Raja
Putih.
Di saat yang
bersamaan Raja Hitam telah mempersiapkan barisannya untuk segera menghadang
barisan Raja Putih yang telah satu persatu mara ke gelanggang pertempuran. Raja
Hitam tetap tenang dan tidak gegabah. Dia punya sebuah pendadakan untuk
mengalahkan Raja Putih. Sementara Raja Putih juga telah bersiap-siap menghadapi
pendadakan itu. Raja Putih telah mengirimkan Pion-Pion dari barisannya untuk
mengetahui barisan lawan yang akan melakukan hal itu. Strategi, taktik dan
siasat telah disiapkan oleh keduanya sebelum melakukan gerakan mara untuk
merebut kemenangan. Raja Putih dan Raja Hitam memiliki kemampuan untuk hal itu.
Satu persatu
Pion-Pion barisan Raja Hitam berhadapan dengan Pion-Pion barisan Raja Putih.
Kedua Raja telah mengirimkan titah untuk segera melakukan serangan serta
membuka jalan bagi Gajah, Kuda dan Benteng untuk melangkah dan meraih
kemenangan.
Raja Putih sekarang
hanya ditemani oleh satu Pion yang tersisa dalam pertempuran, satu Benteng dan
satu Gajah sedangkan Menteri telah dikorbankan dalam upaya penyelamatan posisi
Raja Putih. Di pertengahan upaya menyerang ke dalam wilayah lawan dan menangkap
satu persatu barisan pasukan Raja Hitam hampir saja Raja Putih terancam menjadi
korban dan terselamatkan. Menteri yang patuh pada titah Raja Putih segera
mengorbankan dirinya agar ditangkap oleh Gajah dari Raja Hitam sehingga Raja
Putih dapat melangkah ke posisi yang aman. Terselamatkan oleh Menteri yang
menjadi korban. Sebelum ancaman itu datang, Pion-Pion Raja Hitam sudah
meningkatkan frekuensi serangan. Mereka tambah bersemangat sebab Kuda-Kuda telah
mengambil posisi di wilayah Raja Putih. Kemenangan sudah di depan mata pikir
mereka.
Pola berani mati
dan tak pernah mundur ke belakang juga diperlihatkan oleh Pion-Pion dari
barisan Raja Hitam. Hampir saja berhasil Kuda-Kuda yang diperintahkan Raja Hitam
untuk melakukan pendadakan terhadap Menteri Putih. Kuda-Kuda Hitam sedikit lagi
akan menendang dia keluar dari gelanggang pertempuran. Menteri Hitam dengan
semangat bersiap dari posisinya melangkah dan berdiri di depan Raja Putih saat
Menterinya dikeluarkan. Agaknya Gajah Putih yang sudah lama berada melangkah
serong di kiri mengetahui upaya pendadakan ini. Dia dengan sigap mara dan menangkap
salah satu Kuda Hitam. Raja Putihpun menjadi aman posisinya.
Pion-Pion Putih
meluap kemarahannya dan merasa malu dengan Menteri maupun Raja mereka sebab
dengan langkah pasti mereka berdiri paling depan untuk mengalahkan lawan dalam
kombinasi serangan langusng maupun dengan umpan dan penghadangan tetapi mereka
hampir kecolongan saat Kuda-Kuda Hitam dari kiri dan kanan masuk menuju wilayah
Raja Putih. Pion-Pion Putih segera melakukan serangan balasan.
“Jika diperlukan
kau, kau dan kau harus siap menjadi umpan untuk keberhasilan serangan ini”, ucap salah satu Pion
paling depan yang berhadapan langsung dengan Pion-Pion dan Kuda Hitam yang
tinggal sendiri. Pion ini memberikan laluan kepada Pion-Pion Putih lain yang
berada selangkah di belakang posisinya.
Raja Putih yang
ditemani oleh satu Pion yang tersisa dalam pertempuran, satu Benteng dan satu
Gajah dihadang langkahnya oleh dua Benteng Hitam. Di samping kiri dan kanan
sudah terlihat Gajah menutup jalannya untuk menyelamatkan diri. Menteri Hitam
telah bersiap searah jalan belakang Raja Putih untuk kembali ke wilayahnya.
Ancaman serangan Raja Hitam tidak main-main. Entah apa yang terpikirkan lagi
oleh Raja Putih. Pion Putih yang berprinsip berani mati ini ingin segera
menewaskan Benteng Hitam agar Raja Putih dapat melangkah ke posisi yang aman tetapi
itu tidak mungkin sebab Benteng Hitam yang satu menunggu Pion Putih melangkah
dan segera menangkap serta mengalahkan Raja Putih dari celah yang akan terbuka
jika Pion Putih tetap mara.
Puluhan juta mata
di berbagai belahan dunia menyaksikan detik-detik terakhir ini. Langkah-langkah
terakhir akan menentukan pemenang dalam gelanggang pertempuran ini. Sebuah
benda mati yang hidup melayang di atas bumi turut berperan dalam upaya merekam
dan memperlihatkan momen penentuan tersebut. Matahari masih tetap berada di
posisinya. Bumi terus berputar tanpa henti. Raja Hitam sedikit sementung
parasnya sebab Pion Putih terakhir yang tersisa tidak dapat melangkah mara
untuk memberikan celah terbuka. Raja Hitam, dua Benteng, dua Pion dan satu
Gajah semakin dalam kekesalannya. Pertempuran ini berada dalam stagnansi. Kedua
pihak yang berlawanan tidak dapat melangkah lagi untuk saling menyerang. Raja
Putih dan Raja Hitam telah bersepakat untuk menghentikan pertempuran. Tiada
yang terancam dengan pola, langkah dan posisi barisan Putih dan Hitam.
Puluhan pasang mata
yang menyaksikan sudah mengetahui siapa pemenang dalam gelanggang pertempuran
ini. Mereka kembali menyaksikan pertempuran-pertempuran lain yang telah
dipersiapkan. Nun jauh di sana sekelompok manusia memesan beberapa gelas
minuman dan tertawa dalam sebuah kamar setelah bersepakat untuk sebuah
kesepakatan yang tidak pernah diketahui apa kelanjutannya. Pion-pion tidak tak
pernah berangan-angan untuk menjadi Raja sebab tugas, hidup dan matinya adalah
untuk kemenangan Raja. Bagaikan anak-anak panah yang siap melesat ke sasaran
maka pion-pion pun kembali bersiaga untuk menanti tugas dalam gelanggang
pertempuran berikutnya.
Catatan
Pion : Bidak
Titah : perintah/ instruksi Raja
Mara : maju ke depan
Sementung : cemberut
(Pernah dimuat dalam OASE kompas.com, 14 September 2012 Pukul 20.17 WIB,
Editor: Jodhi Yudono)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar