24/05/15

KAMPANYE BUSUK


Tersebutlah pada sebuah Negeri Kaya Kedip di Negara Kaya Batu sedang hangat dengan perbincangan tentang ASKDIMEGA (apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana) dalam memilih calon pemimpin Negeri yang baru. Si Pandir dan Si Cerdik, begitu nama keduanya, tengah asyik berdiskusi tentang hal itu. Sementara si Telinga Lancip mendengar, dan si Mata Tajam melihatnya. Begini kira-kira percakapan antara si Pandir dan si Cerdik...


Si Cerdik: Mengapa mesti memilih kandidat A untuk menjadi pemimpin di kota kita? Dia saja tidak pernah diunggulkan oleh tetangga-tetangganya. Tidak mau mengenal dan dikenal. Sombong. Tidak murah senyum. Meski dia dapat dikatakan sebagai kerabat, entah dekat entah jauh, entah dikerabat-kerabatkan, belum tentu dia akan mau membantu orang-orang yang sedang susah. Keluarganya sedang kesusahan saja tidak dibantunya.
Si Pandir: Kamu mau kampanye ya?
Si Cerdik: Bukan. Aku hanya bertanya?
Si Pandir: Pertanyaanmu sudah menggiring opini dan dapat diduga sebagai kampanye dari mulut ke mulut..Tujuannya ada dua. Mengetahui pendapat masyarakat tentang kandidat A, atau memang untuk membunuh karakter kandidat A.
Si Cerdik: Bukan. Ini bukan kampanye. Bukan juga Black Campaign.
Si Pandir: Kampanye Hitam? Tidak cocok disebut sebagai Kampanye Hitam. Warna hitam adalah simbol kebebasan, bukan simbol kebusukan. Kentut tidak berwarna, namun banyak yang busuk.
Si Cerdik: Bagaimana menurutmu tentang kandidat A? Lantas disebut sebagai apa? Kampanye kentut…kampanye jahat…
Si Pandir: Semua kandidat punya visi dan misi yang baik dan bermanfaat untuk rakyat. Kalau dicari-cari kesalahannya...Seperti kata seorang Jenderal...Jika dicari-cari, semua orang punya kesalahan. Lebih baik kamu menyampaikan tentang kelebihan kandidat yang kamu dukung, dan bukannya menjelek-jelekkan kandidat-kandidat lain. Itu kampanye busuk.
Si Cerdik: Kampanye dalam ranah politik sah-sah saja.
Si Pandir: Sah atau tidaknya mesti sesuai dengan aturan kampanye. Mestinya setiap juru kampanye dalam pemilihan dibekali surat izin resmi untuk kampanye politik. Hal ini untuk menghindari adanya provokator-provokator yang ingin merusak persatuan dan kesatuan.
Si Cerdik: Penggiringan opini dari mulut ke mulut lebih efektif.
Si Pandir: Kalau tentang citraan-citraan yang positif, tidak apa-apa. Jika dari mulut ke mulut itu adalah kampanye busuk, itu akan membunuh karakter seseorang dan mengubah citraan dalam pikiran rakyat sehingga seseorang yang pada mulanya baik menjadi tidak baik.
Si Cerdik: Biasalah...Politik kekuasaan...Dalam sejarah manusia di muka bumi ini, jangankan sebatas kampanye busuk...Untuk merebut kekuasaan...Manusia-manusia mau saling berbunuhan...
Si Pandir: Itu betul. B-e-t-u-l jika diacak dan disusun lagi menjadi b-e-l-u-t…
Si Cerdik: Mana yang lebih berbahaya kampanye busuk dari mulut ke mulut atau di internet?
Si Pandir: Keduanya sama-sama berbahaya karena dapat menyebabkan disintegrasi bangsa.
Biasanya semua catatan di internet itu ada yang menyimpan arsipnya.
Si Cerdik: Kalau bangsa ini sudah memang tidak mau bersatu? Lihatlah...Sudah banyak yang terkotak-kotak dalam ideologi, kepentingan, dan kelompok? Siapa “pemecah belah abadi” yang sesungguhnya?
Si Pandir: Itu sudah ada yang mengurusnya. Kalau rakyat ingin berpolitik untuk mendapatkan kekuasaan, pilihlah partai politik yang sesuai menurut selera masing-masing. Jika tidak berselera dengan yang ada...Buatlah partai politik baru...Partai politik yang memperjuangkan kepentingan seluruh rakyat, bukan hanya kepentingan partai politik, kelompok, golongan, dan pribadinya.
Si Cerdik: Yang tulus?
Si Pandir: Mana yang tulus dalam politik kekuasaan. Tulus, fulus, dan mulus bedanya hanya satu aksara saja.
Si Cerdik: Nanti siapa yang akan kamu pilih? Kamu golput saja?
Si Pandir: Siapa ya? Golput? Lebih baik memilih. Kalau tidak memilih...Siapa yang bisa menjamin surat-surat suara yang kosong tidak disalahgunakan?
Si Cerdik: Ada pengawasnya...
Si Pandir: Apa yang diawasinya? Mengawasi duit? Orang pandir, orang gila, dan orang senewen pun merah jambu matanya kalau masalah duit...
Si Cerdik: Ha..ha..ha...Memang kalau membicarakan tentang politik kekuasaan, tidak ada habis-habisnya, dan mesti cerdik.
Si Pandir: Itulah cerdiknya penjajah. Ketika mereka mengetahui rakyat di Negara Kaya Batu telah bersatu dan berani melawan penjajah, mereka ajarkan rakyat tentang ideologi, dan cara membentuk partai-partai politik agar bertengkar dan berebut kekuasaan sesamanya...Lupa siapa penjajah nan sesungguhnya.
Si Cerdik: Siapa yang mesti dipilih?
Si Pandir: Aku hanya memilih yang shidiq, amanah, tabligh, dan fathanah.
Si Cerdik: Siapa yang dapat membuktikan keempat karakter tersebut ada pada setiap kandidat?
Si Pandir: Hanya Allah. Seseorang bisa saja bersandiwara menjadi orang paling jujur, dipercayai, mampu menyampaikan, dan cerdas...
Si Cerdik: Jadi hanya tuhan saja yang paling mengetahui tentang hal itu?
Si Pandir: Hanya Allah nan Maha Mengetahui.
Si Cerdik: Mengapa pula memilih kandidat A? Masih ada kandidat B, kandidat C, kandidat D, dan kandidat-kandidat lainnya. Mengapalah aku bertanya kepada kamu nan pandir ini…
Si Pandir: Itulah kepandiran sekaligus kecerdikanmu.
Si Cerdik: Ha..ha..ha...

Si Telinga Lancip bergoyang-goyang telinganya, dan Si Mata Tajam berkedip-kedip matanya.
Demikianlah percakapan antara Si Pandir dan Si Cerdik.

Negeri Kaya Kedip, Negara Kaya Batu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar