29/07/15

Menulis adalah Membaca


Mengapa aku mengatakan menulis adalah membaca. Apakah ini hipotesis?  Mungkin sudah ada pakar bahasa dan sastra, pakar bahasa, dan pakar sastra yang menyatakan bahwa menulis adalah membaca, tetapi aku belum pernah membaca untuk bisa menukil pendapat-pendapat mereka. Ada eloknya aku mencoba memberikan pendapatku sendiri untuk memperkuat asumsiku tersebut. Jika pendapat-pendapatku keliru, asumsiku bisa disangkal, dilengkapi, dan diperbaiki.

Pertama, aku biasanya membaca sesuatu sebelum menulis. Sesuatu itu boleh jadi berasal dari bacaan berupa buku-buku, majalah, surat kabar, jurnal, buletin, pamflet, dan  poster. Ia juga dapat bersumber dari ingatan, imajinasi, alam sekeliling, dan apa saja yang tampak maupun tidak tampak. Dalam benakku, membaca tidak lagi semata-mata melafalkan rangkaian aksara, kata, frase, dan kalimat. Membaca adalah proses untuk mendapatkan informasi. Proses itu adalah mendengar, berbicara, dan menulis. Ketika aku sedang mendengar, berbicara, dan menulis; aku sedang membaca.
Kedua, ketika aku sedang menulis tulisan ini kemudian mengetiknya, aku membaca aksara demi aksara, kata demi kata, kalimat demi kalimat, serta hal-hal yang berkaitan dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Adakalanya, bahkan seringkali, ketika aku membacanya dengan cepat, tulisan yang aku tulis dan diketik masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan. Kurang huruf, kurang tanda baca, salah tanda baca, salah tulis, salah ketik, salah tata bahasa, salah istilah, dan sebagainya. Kekurangan dan kesalahan dalam menulis memperlihatkan bahwa aku mesti rajin berlatih membaca. Kekurangan dan kesalahan dalam menulis dapat dilengkapi dan diperbaiki sesuai dengan pedoman menulis dan membaca.
Ketiga, aku biasanya membaca tulisanku sesudah menulis, tetapi aku kerap membacanya secara cepat sehingga abai memeriksa kekurangan dan menemukan kesalahan dalam tulisanku. Kekurangan dan kesalahan penulisan itu kadang-kadang dilengkapi dan diperbaiki olehku. Setiap kekurangan dan kesalahan dalam menulis ada manfaatnya. Keduanya bermanfaat untuk membuat diriku untuk rajin berlatih membaca, khususnya tentang menggunakan bahasa sesuai pedomannya. Aku pun mulai berlatih membaca memahami dan menggunakan kata sesuai kelasnya, kalimat sesuai jenisnya, tanda baca sesuai tempatnya, istilah sesuai konteksnya, menggunakan tata bahasa sesuai pedomannya, menikmati tata sastra sesuai kesepakatannya, dan sebagainya.
Keempat, aku biasanya membaca lagi tulisanku. Tulisan yang sudah ditulis dan diketik olehku, jika dikirim ke surat kabar, majalah, jurnal, buletin, atau penerbit; tulisanku itu akan dibaca oleh redakturnya sebelum tulisan diterbitkan. Sekurang-kurangnya, redaktur membaca judulnya. Redaktur tentu akan membaca isi tulisan jika judulnya menarik hati redaktur. Lantas, redaktur membaca apakah ada keselarasan antara judul, tema, topik, serta isi tulisannya sesuai dengan kriteria umum dan khusus yang sudah ditetapkan.
Kelima, jika tulisanku yang sudah dibaca oleh redaktur, sesuai dengan kriteria dalam pedoman yang mesti dipatuhi redaktur dalam memilih tulisan untuk diterbitkan, tulisanku itu terbit. Tulisan yang diterbitkan sesudah melewati proses pengawasan dan pemeriksaan akan dibaca oleh pembaca, seperti kamu yang sedang membaca tulisanku ini. 
Guru Bahasa dan Sastra Indonesia, guru Sastra Indonesia, dosen Sastra Inggrisku, tutor-tutor Bahasa Indonesia pernah menjelaskan dan menerangkan bahwa empat kemampuan (ber)bahasa dan (ber)sastra yakni mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Keempatnya saling mempengaruhi.
Dahulu aku diajarkan dan dididik mengeja, dan membaca aksara, kata-kata, frase, kalimat oleh Ibu Guru dan Bapak Guru sebelum aku menulis. Sebagai contoh, ketika aku belajar menulis huruf lepas dan huruf sambung, Ibu Guru dan Bapak Guru lebih dahulu memberikan contoh. Sesudah itu, aku membaca contoh kedua jenis huruf itu dan aku menulisnya.
Beberapa kekurangan dan kesalahanku dalam menulis sebab tidak teliti membaca, terlalu cepat membaca, dan tidak menggunakan bahasa sesuai pedomannya adalah pada penulisan dan penggunaan huruf, kata, kelas kata, jenis kalimat, pemakaian tanda baca, istilah dari kata serapan dan kata serumpun. Kekurangan dan kesalahanku yang lainnya adalah pada ketidaksesuaian antara topik, tema, judul, dan isi tulisan. Hal tersebut ditemukan dalam kalimat, antar kalimat, dalam paragraf, dan antar paragraf.
Untuk menghindari agar tidak menjadi target pepatah kuman di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak; ada beberapa kesalahan pemakaian istilah asing ketika aku menulis. Istilah asing, yang menjadi kata serapan, tersebut adalah  photografi, fotocopy, frasa, pas fhoto, tehnik, idiologi, stopmapfolio, tentor, dan kolektip. Semestinya penggunaan istilah tersebut yang sesuai dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah adalah fotografi, fotokopi, frase, pas foto, teknik, ideologi, map, mentor dan kolektif.  Hanya saja pada kata tentor, aku tidak menemukan dari mana asal benih dan arti katanya. Apakah kata tentor berasal dari tutor atau mentor. Entahlah.
Aku juga kurang memahami penggunaan frase, sebagai contohnya, frase goreng ubi dalam kalimat Aku gemar makan goreng ubi. Kalimat yang benar adalah Aku gemar makan ubi goreng. Namun yang patut dipahami bahwa pedoman penggunaan Bahasa Indonesia tidak hanya satu. Pedoman penggunaan Bahasa Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Mungkin ketika aku membaca ada kata-kata yang ditulis oleh orang lain dengan ejaan, barangkali orang-orang yang menulisnya menggunakan ejaaan dari pedoman ejaan sebelumnya.
Setiap kekurangan dan kesalahan  dalam menulis, bermanfaat agar kita melengkapi dan memperbaikinya. Kendatipun masih memiliki kekurangan dan kesalahan dalam menulis, aku menyatakan bahwa menulis adalah membaca.
Jika kamu tidak percaya, cobalah tulis kalimat Aku Cinta Republik Indonesia dalam imajimu, di atas secarik kertas, atau ketik di akun media sosial internet milikmu. Ketika kamu menulisnya, kamu sedang membaca. Membaca dan menulislah sesuai pedomannya, meski kita sedang belajar menulis bebas, menulis sastra, menulis kreatif, menulis ilmiah, menulis tertib, dan menulis jujur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar