Mengapa aku
mengatakan menulis adalah membaca. Apakah ini hipotesis? Mungkin sudah ada pakar bahasa dan sastra,
pakar bahasa, dan pakar sastra yang menyatakan bahwa menulis adalah membaca,
tetapi aku belum pernah membaca untuk bisa menukil pendapat-pendapat mereka. Ada
eloknya aku mencoba memberikan pendapatku sendiri untuk memperkuat asumsiku
tersebut. Jika pendapat-pendapatku keliru, asumsiku bisa disangkal, dilengkapi,
dan diperbaiki.
Pertama, aku
biasanya membaca sesuatu sebelum menulis. Sesuatu itu boleh jadi berasal dari
bacaan berupa buku-buku, majalah, surat kabar, jurnal, buletin, pamflet, dan poster. Ia juga dapat bersumber dari ingatan,
imajinasi, alam sekeliling, dan apa saja yang tampak maupun tidak tampak. Dalam
benakku, membaca tidak lagi semata-mata melafalkan rangkaian aksara, kata,
frase, dan kalimat. Membaca adalah proses untuk mendapatkan informasi. Proses
itu adalah mendengar, berbicara, dan menulis. Ketika aku sedang mendengar,
berbicara, dan menulis; aku sedang membaca.
Kedua, ketika
aku sedang menulis tulisan ini kemudian mengetiknya, aku membaca aksara demi
aksara, kata demi kata, kalimat demi kalimat, serta hal-hal yang berkaitan
dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Adakalanya, bahkan
seringkali, ketika aku membacanya dengan cepat, tulisan yang aku tulis dan
diketik masih memiliki banyak kekurangan dan kesalahan. Kurang huruf, kurang
tanda baca, salah tanda baca, salah tulis, salah ketik, salah tata bahasa,
salah istilah, dan sebagainya. Kekurangan dan kesalahan dalam menulis
memperlihatkan bahwa aku mesti rajin berlatih membaca. Kekurangan dan kesalahan
dalam menulis dapat dilengkapi dan diperbaiki sesuai dengan pedoman menulis dan
membaca.
Ketiga, aku
biasanya membaca tulisanku sesudah menulis, tetapi aku kerap membacanya secara
cepat sehingga abai memeriksa kekurangan dan menemukan kesalahan dalam
tulisanku. Kekurangan dan kesalahan penulisan itu kadang-kadang dilengkapi dan
diperbaiki olehku. Setiap kekurangan dan kesalahan dalam menulis ada
manfaatnya. Keduanya bermanfaat untuk membuat diriku untuk rajin berlatih
membaca, khususnya tentang menggunakan bahasa sesuai pedomannya. Aku pun mulai
berlatih membaca memahami dan menggunakan kata sesuai kelasnya, kalimat sesuai
jenisnya, tanda baca sesuai tempatnya, istilah sesuai konteksnya, menggunakan
tata bahasa sesuai pedomannya, menikmati tata sastra sesuai kesepakatannya, dan
sebagainya.
Keempat, aku
biasanya membaca lagi tulisanku. Tulisan yang sudah ditulis dan diketik olehku,
jika dikirim ke surat kabar, majalah, jurnal, buletin, atau penerbit; tulisanku
itu akan dibaca oleh redakturnya sebelum tulisan diterbitkan.
Sekurang-kurangnya, redaktur membaca judulnya. Redaktur tentu akan membaca isi
tulisan jika judulnya menarik hati redaktur. Lantas, redaktur membaca apakah
ada keselarasan antara judul, tema, topik, serta isi tulisannya sesuai dengan kriteria
umum dan khusus yang sudah ditetapkan.
Kelima, jika
tulisanku yang sudah dibaca oleh redaktur, sesuai dengan kriteria dalam pedoman
yang mesti dipatuhi redaktur dalam memilih tulisan untuk diterbitkan, tulisanku
itu terbit. Tulisan yang diterbitkan sesudah melewati proses pengawasan dan
pemeriksaan akan dibaca oleh pembaca, seperti kamu yang sedang membaca
tulisanku ini.
Guru Bahasa dan
Sastra Indonesia, guru Sastra Indonesia, dosen Sastra Inggrisku, tutor-tutor
Bahasa Indonesia pernah menjelaskan dan menerangkan bahwa empat kemampuan (ber)bahasa
dan (ber)sastra yakni mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Keempatnya
saling mempengaruhi.
Dahulu aku
diajarkan dan dididik mengeja, dan membaca aksara, kata-kata, frase, kalimat
oleh Ibu Guru dan Bapak Guru sebelum aku menulis. Sebagai contoh, ketika aku
belajar menulis huruf lepas dan huruf sambung, Ibu Guru dan Bapak Guru lebih
dahulu memberikan contoh. Sesudah itu, aku membaca contoh kedua jenis huruf itu
dan aku menulisnya.
Beberapa
kekurangan dan kesalahanku dalam menulis sebab tidak teliti membaca, terlalu cepat
membaca, dan tidak menggunakan bahasa sesuai pedomannya adalah pada penulisan
dan penggunaan huruf, kata, kelas kata, jenis kalimat, pemakaian tanda baca,
istilah dari kata serapan dan kata serumpun. Kekurangan dan kesalahanku yang
lainnya adalah pada ketidaksesuaian antara topik, tema, judul, dan isi tulisan. Hal tersebut ditemukan dalam
kalimat, antar kalimat, dalam paragraf, dan antar paragraf.
Untuk menghindari
agar tidak menjadi target pepatah kuman
di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak; ada beberapa
kesalahan pemakaian istilah asing ketika aku menulis. Istilah asing, yang
menjadi kata serapan, tersebut adalah photografi, fotocopy, frasa, pas fhoto, tehnik, idiologi, stopmapfolio, tentor, dan kolektip. Semestinya
penggunaan istilah tersebut yang sesuai dengan Pedoman Umum Pembentukan Istilah
adalah fotografi, fotokopi, frase, pas foto, teknik, ideologi, map, mentor dan
kolektif. Hanya saja pada kata tentor, aku tidak menemukan dari mana asal benih dan arti katanya.
Apakah kata tentor berasal dari tutor atau mentor. Entahlah.
Aku juga kurang
memahami penggunaan frase, sebagai contohnya, frase goreng ubi dalam kalimat Aku
gemar makan goreng ubi. Kalimat yang benar adalah Aku gemar makan ubi goreng. Namun yang patut dipahami bahwa pedoman
penggunaan Bahasa Indonesia tidak hanya satu. Pedoman penggunaan Bahasa
Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan. Mungkin ketika aku membaca
ada kata-kata yang ditulis oleh orang lain dengan ejaan, barangkali orang-orang
yang menulisnya menggunakan ejaaan dari pedoman ejaan sebelumnya.
Setiap
kekurangan dan kesalahan dalam menulis,
bermanfaat agar kita melengkapi dan memperbaikinya. Kendatipun masih memiliki
kekurangan dan kesalahan dalam menulis, aku menyatakan bahwa menulis adalah
membaca.
Jika kamu tidak
percaya, cobalah tulis kalimat Aku Cinta
Republik Indonesia dalam imajimu, di atas secarik kertas, atau ketik di
akun media sosial internet milikmu.
Ketika kamu menulisnya, kamu sedang membaca. Membaca dan menulislah sesuai
pedomannya, meski kita sedang belajar menulis bebas, menulis sastra, menulis
kreatif, menulis ilmiah, menulis tertib, dan menulis jujur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar