Salah satu manfaat positif
youtube adalah sebagai media untuk
menyaksikan video-video pementasan, pembacaan, deklamasi maupun diskusi-diskusi
tentang karya-karya sastra seperti sajak. Salah satu di antara sekian banyak
video berisikan karya sastra di youtube yang saya sukai adalah video Malam Peluncuran Buku Ombak Sekanak Karya Rida K Liamsi. Video tersebut diunggah ke youtube oleh Riau Pos. Memang
jarak Dumai ke Pekanbaru hanya sekitar 4 jam perjalanan darat saja dengan
menggunakan mobil atau barangkali kalau dengan lari 100 km/jam maka 3 jam putus
sampai ke Pekanbaru. Keistimewaan Pekanbaru selain sebagai ibu kota Provinsi
Riau, di kota tersebut sangat banyak diselenggarakan kegiatan-kegiatan kesenian
seperti pementasan teater, tari, musik, puisi dan segala sesuatu yang berkaitan
dengan dunia kesenian. Kegiatan-kegiatan itu ada yang ruang lingkupnya lokal, nasional hingga
internasional. Bagi orang-orang pinggiran termasuk saya, tentu keberadaan
video-video kegiatan kesenian yang tidak dapat disaksikan secara langsung, akan
sangat bermanfaat sekali khususnya dalam ihwal menikmati khazanah sastra
Indonesia.
Dalam video nan luar biasa
itu, saya menyaksikan bahwa kegiatan pada peluncuran Buku Ombak Sekanak karya Rida K Liamsi
dipandu oleh Monda Gianes, salah seorang seniman teater Riau. Dengan adanya
dokumentasi video yang diunggah ke youtube maka dapat pula saya menikmati
puisi-puisi karya Rida K Liamsi yang dibacakan oleh Murparsaulian, Cornelia
Agatha, Sutardji Calzoum Bachri dan Rida K Liamsi. Lebih nikmat lagi setelah
menyaksikan video ini juga membaca buku Ombak Sekanak (dalam bentuk buku cetak
dan digital).
Pada video berdurasi 32
menit 38 detik itu, terlihat pembacaan puisi-puisi karya Rida K Liamsi yang
termuat dalam buku Omba Sekanak dimulai oleh Murparsaulian, salah seorang
penyair Riau. Dia membacakan puisi karya Rida K Liamsi bertajuk Episode (I). Iringan alunan biola dan
gambus dari Mat Rock dan kawan-kawan membuat pembacaan puisi itu semakin sangat
indah didengar dan dinikmati. Meski saya bukan penutur asli bahasa Melayu namun
telinga tidak asing lagi dengan diksi-diksi dari kosa kata bahasa Melayu nan
indah terdengar. Murparsulian tidak membaca puisi hanya sekadar membaca saja
sebab dia terlihat sangat menghayati puisi Episode (I) itu dalam deklamasi nan semakin
indah didengar dengan alunan syair dari larik-larik Episode (I).Puisi kedua dari buku Ombak Sekanak karya Rida K Liamsi
yang dibawakan oleh Murparsulian bertajuk Pancang
Nibung (I). Puisi ini pun sangat indah didengar dalam kolaborasi nan syahdu
antara puisi, nyanyian dan musik. Deklamasi dua puisi karya Rida K Liamsi oleh
Mursparsulian membawa ingatan saya pada momen saat menikmati video puisi Anjung-Anjung karya Jefri Al Malay
yang dideklamasikannya sendiri. Ingatan lain melayang menuju momen pementasan
musikalisasi puisi Menanam Sungai
Rembulan karya Ari Setya Ardi
oleh Teater Alif pada malam pembukaan Pertemuan Penyair Nusantara VI Jambi pada
tahun 2012.
Lalu dalam video itu, saya
juga menyaksikan Cornelia Agatha mendeklamasikan puisi-puisi karya Rida K
Liamsi berjudul Rose (III) dan Rose (I). Atmosfir kesedihan muncul
ketika Cornelia Agatha membacakan puisi Rose
(III). Suasana itu muncul sebab diksi-diksi dalam puisi Rose (III) membuat minda membayangkan
imaji-imaji tentang laut, ombak, karang, lumpur, badai dan pantai. Iringan musik gambus oleh Mat Rock juga sangat menambah
atmosfir kesenduan saat Rose (III) dibacakan.
Cornelia Agatha terlihat agak bingung saat membaca kata “tersandai” atau mungkin “tersadai”
dan diksi “mengilai”. Saya rasa diksi
itu adalah “tersadai” bukan “tersandai”. Puisi Rose (III) karya Rida K Liamsi yang saya dengar melalui video
tersebut ditutup dengan selarik diksi nan dalam maknanya yaitu cinta mengalahkan khianat. Cornelia
Agatha kemudian membacakan puisi Rose (I) karya Rida K Liamsi. Cornelia Agatha
terlihat sangat menghayati puisi yang dideklamasikannya.
Video tersebut juga sangat
semakin istimewa dengan kehadiran Sutardji
Calzoum Bachri, salah seorang penyair Indonesia nan populer. Beliau
mendeklamasikan sebuah puisi karya Chairil Anwar berjudul Aku. Alunan suara harmonika yang ditiup oleh Sutardji Calzoum Bachri
sangat terasa harmonis dan menggelitik mengiringi larik demi larik puisi Aku. Ada nuansa rock ‘n’ roll. Setelah itu beliau membacakan puisi karya Rida K
Liamsi berjudul Kedidi Kini Sendiri
Mencari. Seperti yang saya juga saksikan dalam video-video pementasan
puisi-puisi Sutardji Calzoum Bachri di youtube,
terlihat beliau mememiliki ciri khas dalam membacakan puisi-puisi. Santai dan
lembut namun tidak karbitan. Ah, siapa
pula nan kurang ajar menyatakan Sutardji Calzoum Bachri adalah penyair karbitan
yang dibesarkan oleh politik sastra? Ada-ada saja.
Setelah itu saya juga
menyaksikan Dahlan Iskan naik ke atas pentas dan mendengarnya berkata “Jangan taruh mutiara di dalam lumpur. Ketiga
penyair tadi mutiara semua dan saya adalah lumpurnya. Sesuatu yang klimaks
tidak boleh menjadi antiklimaks. Terima kasih.” Menurut saya itu adalah sebentuk
litotes dari beliau meski beliau tidak membacakan puisi.
Kemudian Rida K Liamsi
tampil mendeklamasikan puisi berjudul Tempuling
diiringi gambus Mat Rock nan melodik dan syahdu. Saya juga sangat menyukai
puisi ini apalagi dapat menyaksikan beliau membacakannya pada video di youtube. Beliau juga membacakan puisi Ombak Sekanak karya beliau sendiri.
Ketika larik /kemana kita akan pergi/
dilafalkan beliau, ingatan saya jadi melayang jauh pula mengingat kematian
nan pasti akan datang. Atmosfir kesenduan yang menghampiri ketika mendengar dan
menyaksikan Ombak Sekanak juga saya
rasakan saat menyaksikan Rida K Liamsi membacakan puisinya berjudul Rose (II).
Saya gembira dapat menyaksikan
video-video puisi seperti video malam peluncuran buku Ombak Sekanak karya Rida K
Liamsi ini. Masih banyak video puisi lainnya seperti video puisi Malam Puncak
Hari Puisi Indonesia dan puluhan video lomba-lomba puisi di Indonesia. Setelah
membaca buku puisi karya Rida K Liamsi yang berjudul Tempuling dan juga buku puisi berjudul Rose serta menyaksikan video ini maka saya berpendapat bahwa Rida K
Liamsi adalah penyair yang tidak hanya berjiwa dalam menulis puisi-puisi namun
juga membacakan puisi-puisinya. Kadang-kadang saya juga pernah menemukan
penulis puisi dan penyair yang kehilangan jiwa dan tidak sejiwa dalam menulis
puisi dan membacakan puisinya.
Jika hendak menyaksikan video puisi Rida K Liamsi
silakan lihat di tautan ini:
Kalau hendak membaca puisi-puisi beliau silakan cek di tautan:
bukusagang.com
(Tulisan ini telah diganti judulnya dari Musikalisasi Puisi nan Indah menjadi Menikmati Puisi nan Indah pada tanggal 08 April 2014)
Ahlul
Hukmi Abu Samah - Dumai, 06 Juni 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar