Mari kita coba baca arti kata
tersebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam kamus tersebut, Kata mite atau mitos berarti cerita yang mempunyai latar belakang sejarah,
dipercayai oleh masyarakat sebagai yang benar-benar terjadi, dianggap suci,
banyak mengandung hal-hal yang ajaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa. Kata mitos berarti 1) cerita tentang
dewa-dewa yang berhubungan dengan bermacam kekuatan gaib, 2) cerita tentang
asal-usul semesta alam atau suatu bangsa yang mengandung hal-hal ajaib. Kata mitologi berarti 1) ilmu tentang bentuk
sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan
mahluk halus dalam suatu kebudayaan, 2) pengetahuan tentang mitos. Kata
takhayul berarti 1) (sesuatu yang) hanya ada dalam khayal belaka; 2)
kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya
tidak ada atau tidak sakti.
Mite atau mitos, legenda, dongeng dan
takhayul adalah karya-karya sastra. Sastra yang lebih banyak unsur
khayalannya. Akan tetapi para pembaca
mesti cerdas memilih dan memilah dalam membaca kamus-kamus bahasa untuk
mengetahui arti kata-kata sebab beda penyusun, penulis, dan penerbit kamusnya,
beda pula arti katanya. Makin lebih baik kalau belajar mengetahui arti kata
dengan membaca kamus bahasa juga dengan membaca kamus sejarah dan asal usul
kata dari kamus etimologi. Hal ini untuk menghindari jebakan-jebakan politik penjajahan
bahasa yang sengaja mengaburkan sejarah dan asal usul kata. Satu hal yang juga
wajib diingat bahwa berbeda kebudayaan, berbeda peradabab, maka berbeda pula
kamus bahasanya. Misalnya, kata tabik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tabik
mempunyai arti 1) (ungkapan untuk memberi) salam, 2) perbuatan menghormati,
3) maaf (dikatakan apabila masuk ke tempat yang keramat dan sebagainya). Arti
“tabik” lainnya adalah pengikut; penganut. Kata tabik memiliki arti yang berbeda dengan dalam bahasa Minangkabau
yaitu terbit.
Contoh mite yang pernah dibaca oleh
penulis ketika masih belajar di Sekolah Dasar adalah Asal Usul Padi dan Dewi
Sri. Kalau tidak salah, kisahnya tentang Dewi Sri yang turun ke bumi dan
membawa padi agar menjadi sumber pangan untuk manusia agar manusia tidak
kelaparan. Mite tentang padi mungkin ada kemiripan dengan mite Romawi tentang
Dewi Pertanian yang bernama Ceres. Apa
mungkin mite-mite dari Nusantara juga hasil saduran dari mite-mite dari
kebudayan dan peradaban manusia-manusia nan berkuasa sebelumnya. Apa mungkin
konsep cerita tentang Superman berasal dari pengaruh kisah Gatot Koco, atau
sebaliknya, atau bisa jadi keduanya bersumber dari pengaruh dari Zarathustra
dan Ď‹bermensch oleh Friedriech Nietzche. Itu adalah wewenang pakar sastra dan pakar
mitologi untuk menelaahnya.
Bagaiamana dengan contoh
takhayul? Anggapan tentang angka 13
adalah angka sial, angka 99 adalah angka hoki, menjahit dan menyapu dalam rumah
pada malam hari dapat membawa kesialan, masuk dan bermain-main dalam hutan
larangan dan rimba keramat bisa berakibat hal-hal buruk, tidak tidur selama
tiga hari tiga malam bisa membuat seseorang melihat mahluk-mahluk dari alam
gaib, bayi usia bawah lima tahun dan kanak-kanak sering menangis tengah hari
dan tengah malam karena diganggu mahluk halus, seseorang tiba-tiba demam panas
disertai sakit kepala karena tasapo
dan tesampuk hantu atau mahluk halus lainnya, dan sebagainya.
Sebagimana yang sudah pernah ditulis
oleh penulis dalam tulisan berjudul 7, angka sial atau angka hoki, angka 13 dan
angka 99 hanyalah alat dalam matematika. Tiada daya apa-apa pada angka-angka
tersebut selain sebatas sebagai tanda atau simbol pengganti bilangan dalam
sistem nomor. Kalau menjahit dan menyapu dalam rumah malam hari membawa
kesialan itu juga takhayul. Logisnya orang-orang tua dulu, sebelum ada alat
penerangan menggunakan listrik, hanya menggunakan lampu tempel dan togok dalam
rumah, akan kesulitan memasukkkan benang ke dalam jarum jahit karena cahaya
malam hari sangat berbeda dengan terangnya cahaya di siang hari. Ketersediaan
cahaya untuk penerangan juga mempengaruhi kegiatan menyapu rumah. Biasanya,
orang-orang tua menyapu rumah di pagi hari, siang hari, dan sore hari.
Dulu
orang-orang tua juga sering menasehati anak-anaknya supaya tidak bermain-main
dalam hutan larangan dan rimba keramat. Konon berbahaya kalau masuk hutan
larangan dan rimba keramat. Hal itu adalah sebentuk kearifan orang-orang tua
yang mendidik anak-anaknya agar bermain-main hanya di tempat yang aman, tidak
banyak binatang buas, dan ada jalannnya. Mengapa ada takhayul tentang hutan
larangan dan rimba keramat? Itu karena orang-orang dulu dengan kearifannya
ingin menjaga agar hutan dan rimba tidak dirusak. Logisnya kalau bermain-main
dalam hutan dan rimba tentu membuat anak-anak akan lebih besar peluangnya untuk
bertemu binatang-binatang buas. Kalau melihat Harimau di sirkus dan kebun
binatang dari jarak dekat, tentu biasa-biasanya saja, tetapi bertemu Harimau
buas dan liar dalam hutan dan rimba? Alamatlah, kena terkam. Akan tetapi
sekarang, habislah semua hutan larangan dan rimba keramat dibakar oleh
manusia-manusia nan serakah kekayaan. Tidak perlu mengutuk alam, menyalahkan
Allah Maha Pencipta karena terjadinya puting beliung, badai salju, longsor,
banjir bandang, dan bencana-bencana alam lainnya. Salah manusia sendiri karena
merusak keseimbangan alam.
Logisnya
kalau tidak tidur selama tiga hari tiga malam akan mempengaruhi stamina
seseorang. Ketika staminanya menurun, mungkin saja mengakibatkan halusinasi dan
ilusinasi. Balita dan kanak-kanak sering menangis tengah hari dan tengah malam
bisa saja karena ketika tengah hari balita dan kanak-kanak merasa gerah dan
panas, mungkin juga lapar ingin makan, haus ingin minum, manja ingin digendong
dan didodoi, didondang, dan disayang oleh ibu dan bapaknya, atau bisa juga
karena kebelet ingin pipis dan buang air besar.
Logisnya
kalau seseorang tiba-tiba sakit kepala disertai sakit kepala, bisa saja karena
pengaruh inkubasi, atau simtom dari suatu penyakit. Bisa saja karena kadar gula
darahnya tiba-tiba naik atau turun, bisa juga mungkin karena tekanan darahnya
tiba-tiba tinggi atau rendah, atau karena sakit gigi, atau karena selesma.
Apa sebuah
mite atau mitos dapat dibuktikan kebenarannya sebagai fakta atau hanya omong
kosong yang muncul dari khayalan menurut kaidah-kaidah ilmiah? Kalau
kebenarannya itu ditelaah dari aspek-aspek sastra sebagai karya sastra, tentu
saja bisa. Mite juga dapat dibuktikan ketika pembuktian kebenarannya adalah
mengetahui apakah hal-hal yang bersifat khayalan dalam kisahnya memang murni
khayalan atau memang nyata. Namanya saja mitos, sesuatu yang lebih banyak unsur
khayalannya dan aspek-aspek kegaiban. Setidaknya yang bisa dibuktikan asal usul
khayalannya dan sumber cerita kegaibannya. Kalau nan gaib bisa dilihat, katanya
itu tidak lagi gaib lagi namanya. Ghaib dan gaib tentu sangat berbeda. Hanya
Allah yang Mengetahui yang ghaib. Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun
tentang yang ghaib itu. Itu firman Allah. Apa mungkin metode mencari kebenaran
cerita yang disebut sebagai Ghobi Fii
Barzaakhi (mungkin maksudnya Ghoib Fii Barzaakhi) memang sebentuk kaidah ilmiah dalam pengkajian metafisika. Kalau
begitu mengapa metode itu tidak digunakan untuk membongkar seluruh jaringan
sindikat pembobol keuangan negara, jaringan teroris, dan jaringan sindikat
narkoba, sekalian saja digunakan untuk mengungkap kebenaran sejarah yang
mungkin dianggap sejarah palsu.
Pada
mulanya, mungkin segala mite dan takhayul adalah untuk mengibur dan mendidik
manusia perihal kearifan-kearifan yang dimiliki manusia-manusia dalam peradaban
dan kebudayaannya, tetapi mungkin saja ada pula yang memanfaatkan mite dan
takhayul untuk mencuci otak dan membodohi manusia-manusia lainnya agar terjebak
dalam kebingungan dan rusak daya
nalarnya. Kalau ada memang pula sastrawan-sastrawan yang sengaja membudayakan
karya-karya sastra berupa mite sebagai pembodohan, merekalah yang paling
bertanggung jawab atas rusak fungsinya menghibur dan mendidik dari karya
sastra. Paradoksalisasi, mencerdaskan kebodohan manusia dengan mitos.
Mite/ mitos (myth) bukanlah legenda
(legend), juga bukan dongeng (fairy tale), tetapi ketiganya adalah cerita
rakyat berupa sastra tutur (folktale) yang ada dalam tradisi lisan (folklore).
Hal tersebut dinyatakan oleh Charlotte Sophia Burne dalam buku berjudul The Handbook of Folklore. Ini berarti
mite berbeda dengan legenda. Sangat mudah sekali membedakan antara mitos dan
legenda. Hanya saja sekarang ada kecenderungan buruk bahwa karya-karya sastra
dijadikan sebagai alat pembodohan. Mitos dilegendakan, legenda dimitoskan,
dongeng dilegendakan, legenda didongengkan. Memitoskan legenda, melegendakan
mitos, medongengkan mitos dan legenda, dan sebaliknya. Ada pula yang menyerap
begitu saja, tanpa menapisnya, bahwa ada dongeng-dongeng dan mitos-mitos
dianggap sebagai sejarah. Kalau bagian dari sejarah sastra, dan sejarah
kebudayaan itu memang tepat.
Kebatilan yang dituturkan dan
dituliskan dengan indah bukanlah kebenaran. Kebenaran yang dituturkan dan
dituliskan dengan buruk bukanlah kebatilan. Puisi-puisi bukan kebenaran. Bisa
saja saja dalam karya-karya sastra (termasuk puisi-puisi) lebih banyak
kebatilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar