28/01/16

Mitos bukan Legenda


Mari kita coba baca arti kata tersebut dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Dalam kamus tersebut, Kata mite atau mitos berarti cerita yang mempunyai latar belakang sejarah, dipercayai oleh masyarakat sebagai yang benar-benar terjadi, dianggap suci, banyak mengandung hal-hal yang ajaib, dan umumnya ditokohi oleh dewa. Kata mitos berarti 1) cerita tentang dewa-dewa yang berhubungan dengan bermacam kekuatan gaib, 2) cerita tentang asal-usul semesta alam atau suatu bangsa yang mengandung hal-hal ajaib. Kata mitologi berarti 1) ilmu tentang bentuk sastra yang mengandung konsepsi dan dongeng suci mengenai kehidupan dewa dan mahluk halus dalam suatu kebudayaan, 2) pengetahuan tentang mitos. Kata takhayul berarti 1) (sesuatu yang) hanya ada dalam khayal belaka; 2) kepercayaan kepada sesuatu yang dianggap ada atau sakti, tetapi sebenarnya tidak ada atau tidak sakti.

Mite atau mitos, legenda, dongeng dan takhayul adalah karya-karya sastra. Sastra yang lebih banyak unsur khayalannya.  Akan tetapi para pembaca mesti cerdas memilih dan memilah dalam membaca kamus-kamus bahasa untuk mengetahui arti kata-kata sebab beda penyusun, penulis, dan penerbit kamusnya, beda pula arti katanya. Makin lebih baik kalau belajar mengetahui arti kata dengan membaca kamus bahasa juga dengan membaca kamus sejarah dan asal usul kata dari kamus etimologi. Hal ini untuk menghindari jebakan-jebakan politik penjajahan bahasa yang sengaja mengaburkan sejarah dan asal usul kata. Satu hal yang juga wajib diingat bahwa berbeda kebudayaan, berbeda peradabab, maka berbeda pula kamus bahasanya. Misalnya, kata tabik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata tabik mempunyai arti 1) (ungkapan untuk memberi) salam, 2) perbuatan menghormati, 3) maaf (dikatakan apabila masuk ke tempat yang keramat dan sebagainya). Arti “tabik” lainnya adalah pengikut; penganut. Kata tabik memiliki arti yang berbeda dengan dalam bahasa Minangkabau yaitu terbit.
Contoh mite yang pernah dibaca oleh penulis ketika masih belajar di Sekolah Dasar adalah Asal Usul Padi dan Dewi Sri. Kalau tidak salah, kisahnya tentang Dewi Sri yang turun ke bumi dan membawa padi agar menjadi sumber pangan untuk manusia agar manusia tidak kelaparan. Mite tentang padi mungkin ada kemiripan dengan mite Romawi tentang Dewi Pertanian yang bernama Ceres.  Apa mungkin mite-mite dari Nusantara juga hasil saduran dari mite-mite dari kebudayan dan peradaban manusia-manusia nan berkuasa sebelumnya. Apa mungkin konsep cerita tentang Superman berasal dari pengaruh kisah Gatot Koco, atau sebaliknya, atau bisa jadi keduanya bersumber dari pengaruh dari Zarathustra dan Ď‹bermensch oleh Friedriech Nietzche. Itu adalah wewenang pakar sastra dan pakar mitologi untuk menelaahnya.
Bagaiamana dengan contoh takhayul?  Anggapan tentang angka 13 adalah angka sial, angka 99 adalah angka hoki, menjahit dan menyapu dalam rumah pada malam hari dapat membawa kesialan, masuk dan bermain-main dalam hutan larangan dan rimba keramat bisa berakibat hal-hal buruk, tidak tidur selama tiga hari tiga malam bisa membuat seseorang melihat mahluk-mahluk dari alam gaib, bayi usia bawah lima tahun dan kanak-kanak sering menangis tengah hari dan tengah malam karena diganggu mahluk halus, seseorang tiba-tiba demam panas disertai sakit kepala karena tasapo dan tesampuk hantu atau mahluk halus lainnya, dan sebagainya.
Sebagimana yang sudah pernah ditulis oleh penulis dalam tulisan berjudul 7, angka sial atau angka hoki, angka 13 dan angka 99 hanyalah alat dalam matematika. Tiada daya apa-apa pada angka-angka tersebut selain sebatas sebagai tanda atau simbol pengganti bilangan dalam sistem nomor. Kalau menjahit dan menyapu dalam rumah malam hari membawa kesialan itu juga takhayul. Logisnya orang-orang tua dulu, sebelum ada alat penerangan menggunakan listrik, hanya menggunakan lampu tempel dan togok dalam rumah, akan kesulitan memasukkkan benang ke dalam jarum jahit karena cahaya malam hari sangat berbeda dengan terangnya cahaya di siang hari. Ketersediaan cahaya untuk penerangan juga mempengaruhi kegiatan menyapu rumah. Biasanya, orang-orang tua menyapu rumah di pagi hari, siang hari, dan sore hari.
            Dulu orang-orang tua juga sering menasehati anak-anaknya supaya tidak bermain-main dalam hutan larangan dan rimba keramat. Konon berbahaya kalau masuk hutan larangan dan rimba keramat. Hal itu adalah sebentuk kearifan orang-orang tua yang mendidik anak-anaknya agar bermain-main hanya di tempat yang aman, tidak banyak binatang buas, dan ada jalannnya. Mengapa ada takhayul tentang hutan larangan dan rimba keramat? Itu karena orang-orang dulu dengan kearifannya ingin menjaga agar hutan dan rimba tidak dirusak. Logisnya kalau bermain-main dalam hutan dan rimba tentu membuat anak-anak akan lebih besar peluangnya untuk bertemu binatang-binatang buas. Kalau melihat Harimau di sirkus dan kebun binatang dari jarak dekat, tentu biasa-biasanya saja, tetapi bertemu Harimau buas dan liar dalam hutan dan rimba? Alamatlah, kena terkam. Akan tetapi sekarang, habislah semua hutan larangan dan rimba keramat dibakar oleh manusia-manusia nan serakah kekayaan. Tidak perlu mengutuk alam, menyalahkan Allah Maha Pencipta karena terjadinya puting beliung, badai salju, longsor, banjir bandang, dan bencana-bencana alam lainnya. Salah manusia sendiri karena merusak keseimbangan alam.
            Logisnya kalau tidak tidur selama tiga hari tiga malam akan mempengaruhi stamina seseorang. Ketika staminanya menurun, mungkin saja mengakibatkan halusinasi dan ilusinasi. Balita dan kanak-kanak sering menangis tengah hari dan tengah malam bisa saja karena ketika tengah hari balita dan kanak-kanak merasa gerah dan panas, mungkin juga lapar ingin makan, haus ingin minum, manja ingin digendong dan didodoi, didondang, dan disayang oleh ibu dan bapaknya, atau bisa juga karena kebelet ingin pipis dan buang air besar.
            Logisnya kalau seseorang tiba-tiba sakit kepala disertai sakit kepala, bisa saja karena pengaruh inkubasi, atau simtom dari suatu penyakit. Bisa saja karena kadar gula darahnya tiba-tiba naik atau turun, bisa juga mungkin karena tekanan darahnya tiba-tiba tinggi atau rendah, atau karena sakit gigi, atau karena selesma.
            Apa sebuah mite atau mitos dapat dibuktikan kebenarannya sebagai fakta atau hanya omong kosong yang muncul dari khayalan menurut kaidah-kaidah ilmiah? Kalau kebenarannya itu ditelaah dari aspek-aspek sastra sebagai karya sastra, tentu saja bisa. Mite juga dapat dibuktikan ketika pembuktian kebenarannya adalah mengetahui apakah hal-hal yang bersifat khayalan dalam kisahnya memang murni khayalan atau memang nyata. Namanya saja mitos, sesuatu yang lebih banyak unsur khayalannya dan aspek-aspek kegaiban. Setidaknya yang bisa dibuktikan asal usul khayalannya dan sumber cerita kegaibannya. Kalau nan gaib bisa dilihat, katanya itu tidak lagi gaib lagi namanya. Ghaib dan gaib tentu sangat berbeda. Hanya Allah yang Mengetahui yang ghaib. Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Itu firman Allah. Apa mungkin metode mencari kebenaran cerita yang disebut sebagai Ghobi Fii Barzaakhi (mungkin maksudnya Ghoib Fii Barzaakhi) memang sebentuk kaidah ilmiah dalam pengkajian metafisika. Kalau begitu mengapa metode itu tidak digunakan untuk membongkar seluruh jaringan sindikat pembobol keuangan negara, jaringan teroris, dan jaringan sindikat narkoba, sekalian saja digunakan untuk mengungkap kebenaran sejarah yang mungkin dianggap sejarah palsu.
            Pada mulanya, mungkin segala mite dan takhayul adalah untuk mengibur dan mendidik manusia perihal kearifan-kearifan yang dimiliki manusia-manusia dalam peradaban dan kebudayaannya, tetapi mungkin saja ada pula yang memanfaatkan mite dan takhayul untuk mencuci otak dan membodohi manusia-manusia lainnya agar terjebak dalam kebingungan dan  rusak daya nalarnya. Kalau ada memang pula sastrawan-sastrawan yang sengaja membudayakan karya-karya sastra berupa mite sebagai pembodohan, merekalah yang paling bertanggung jawab atas rusak fungsinya menghibur dan mendidik dari karya sastra. Paradoksalisasi, mencerdaskan kebodohan manusia dengan mitos.
Mite/ mitos (myth) bukanlah legenda (legend), juga bukan dongeng (fairy tale), tetapi ketiganya adalah cerita rakyat berupa sastra tutur (folktale) yang ada dalam tradisi lisan (folklore). Hal tersebut dinyatakan oleh Charlotte Sophia Burne dalam buku berjudul The Handbook of Folklore. Ini berarti mite berbeda dengan legenda. Sangat mudah sekali membedakan antara mitos dan legenda. Hanya saja sekarang ada kecenderungan buruk bahwa karya-karya sastra dijadikan sebagai alat pembodohan. Mitos dilegendakan, legenda dimitoskan, dongeng dilegendakan, legenda didongengkan. Memitoskan legenda, melegendakan mitos, medongengkan mitos dan legenda, dan sebaliknya. Ada pula yang menyerap begitu saja, tanpa menapisnya, bahwa ada dongeng-dongeng dan mitos-mitos dianggap sebagai sejarah. Kalau bagian dari sejarah sastra, dan sejarah kebudayaan itu memang tepat.
Kebatilan yang dituturkan dan dituliskan dengan indah bukanlah kebenaran. Kebenaran yang dituturkan dan dituliskan dengan buruk bukanlah kebatilan. Puisi-puisi bukan kebenaran. Bisa saja saja dalam karya-karya sastra (termasuk puisi-puisi) lebih banyak kebatilan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar