19/01/15

BUKAN OBROLAN BIASA


Hidupkan musiknya  biar makin asyik. Putar saja lagu Dimensi Keempat dari Wafat. Usah lupa siapkan beberapa cangkir kopi hitam.

Tukang Pikir        : Kita harus menjadi bangsa yang unggul.
Tukang Tulis        : Menjadi atau jadi?
Tukang Pikir        : Menjadi saja.
Tukang Cerita      : Ya. Aku sepakat. Kita harus menjadi bangsa yang unggul.
Tukang Tanya      : Apa saja keunggulan dari bangsa kita ini?
Tukang Pikir       : Ada banyak keunggulan dari bangsa ini. Kelak rumus teleportasi akan ditemukan oleh bangsa ini.
Tukang Tulis        : Teleportasi atau transportasi.
Tukang Pikir        : Teleportasi. Digarisbawahi pakai spidol merah.
Tukang Cerita      : Ya. Teleportasi.
Tukang Tanya      : Kamu paham apa itu teleportasi?

Tukang Cerita      : Ya. Ya. Teleportasi itu teleportasi.
Tukang Pikir        : (tersenyum sambil  mengangguk-angguk)
Tukang Protes    : Rumus teleportasi itu telah ada namun belum ditemukan. Jika ditemukan, segera dilindungi agar tidak salah digunakan untuk hal-hal jahat kesetanan selain kemanusiaan, kebinatangan, ketumbuh-tumbuhan dan kealamsemestaan.
Tukang Baca      : Masih banyak keunggulan bangsa ini. Coba lihat kearifan-kearifan lokal yang masih ada di masyarakat. Itu semua adalah keunggulan bangsa ini.
Tukang Pikir     : Untuk menemukan rumus teleportasi mesti paham rumus telepati dan ditambah dengan beberapa rumus lainnya.
Tukang Tulis       : Apa saja rumus-rumus lainnya?
Tukang Pikir       : Itu masih dirahasiakan. RAHASIA. Tulis kata itu dan digarisbawahi dengan spidol merah.
Tukang Tulis       : Mengapa begitu?
Tukang Pikir       : Di sini ada tukang cerita. Nanti dia cerita kemana-mana jika kita telah menemukan rumus teleportasi. Bahayanya kalau cerita itu ditambah dan dikurangi dengan hal-hal lain.
Tukang Baca       : Seperti sandiwara dalam sandiwara dalam sandiwara.
Tukang Cerita    : Bercerita juga keunggulan bangsa ini. Bercerita adalah sastra tutur.  Aku pikir itu adalah proses jika dalam cerita ada yang bertambah dan berkurang fakta mau pun dustanya. Ada banyak dusta dan fakta dalam cerita. Setiap cerita diceritakan ada alasan dan tujuannya.
Tukang Pikir     : Ah, kau menjadi tukang pikir. Tukang pikir adalah peranku. Peranmu sebagai tukang cerita.
Tukang Cerita    : Maklumlah makin banyak mendengar cerita makin membuat aku berpikir.
Tukang Protes   : Sudah kau catat itu? Usah banyak minum kopi saja kau.
Tukang Tulis     : Sudah. Tidak ada satupun yang tidak tercatat.
Tukang Pikir     : Catatan-catatan itu jangan sampai hilang ya. Jika hilang catatan-catatan itu, tandanya keunggulan-keunggulan bangsa ini akan hilang.
Tukang Protes      : Mengapa jadi hilang pula keunggulan-keunggulan bangsa ini?
Tukang Pikir        : Nanti kita lanjutkan obrolan ini. Sekarang aku mau melanjutkan membaca tentang kebenaran sejarah dan sejarah kebenaran yang tertulis di atas batu-batu.
Tukang Tulis       : Batu?
Tukang Pikir        : Ya. Digarisbawahi dengan spidol merah.
Tukang Baca       : Agar supaya? Apa maksud kau? Agar itu sinonim dengan supaya.
Tukang Pikir     : Ya. Itulah kebiasaan. Kebiasaan buruk sebab tidak belajar bahasa sesuai dengan pedomannya.
Tukar Protes      : tukartukartukartukartukartukartutukar…
Tukang Pikir     : Apanya yang mau ditukar?
Tukang Protes   : Tukar lagu dan buka kartunya.
Tukang Pikir     : Kalian saja yang tukar lagu dan buka kartunya. Aku mau lanjutkan membaca.

Tukang Cerita berdiri dan mengambil dua kotak remi di atas meja. Kartu dibuka dan lagu ditukar dengan Lagu Pembebasan dari Teknoshit. Tukang pikir membaca sebuah puisi,

Malam Minggu
: empat sekawan

hati kelabu
di bawah pohon waru
menulis dan membaca
merintang ingatanku

1701205

Tidak ada komentar:

Posting Komentar