10/08/12

Apresiasi, Taman Budaya & Gedung Kesenian di Kota Dumai.

Saya sedang mengumpulkan jejak langkah sosok-sosok yang tunak dalam berkesenian di Dumai. Saya sedang mencoba menghubungi beberapa orang seniman, sastrawan, budayawan untuk dan pihak-pihak lain untuk mendapatkan informasi dan pendapat mereka tentang ketunakan sosok-sosok tersebut dalam menerabas kejumudan dalam pengembangan potensi kesenian di Riau khususnya Kota Dumai. 
Potensi berkesenian di Dumai seakan-akan dikebiri sebab persoalan pengembangan minat, bakat dan potensi masyarakat dalam berkesenian serta penciptaan karyanya didominasi oleh sekelompok orang yang punya akses langsung terhadap pengambil kebijakan dan penentu anggaran dalam pembangunan. Meskipun demikian hal itu tentu tidak akan menjadi alasan bagi orang-orang yang kreatif untuk terhenti menciptakan karyanya.

Berkaryalah ucap Tyas AG kepada saya malam itu agar dapat pula menjadi bagian dari golongan yang berkarya. Agaknya semacam golongan karya jadinya dalam pemikiran saya.

Terdapat beberapa orang seniman di Dumai yang pada masanya telah menghasilkan karya-karyanya dalam dunia kesenian dan membawa potensi berkesenian Dumai dikenal oleh dunia di luar Kota Dumai. Namun sayang sebab mereka tak punya 'akses' atau mungkin 'dibatasi aksesnya' membuat perlahan karya-karyanya mereka terlupakan. Beberapa nama itu tidak dapat saya sebutkan disini sebab seharusnya yang mengurus pengembangan dunia kesenian di Dumai yang lebih paham tentang siapa orang-orang yang saya maksud. 

Saya tidak punya tendensi apa-apa dalam menuliskan ini sebab saya sedang belajar menulis. Saya ingin yang mengurus pengembangan kesenian dan penyelenggara pembangunan di Dumai ini mampu memberikan apresiasi yang nyata terhadap orang-orang telah mendedikasikan hidupnya secara tunak untuk berkesenian (khususnya berkesenian yang tetap menjaga kuatnya nilai-nilai kearifan lokal yang ada) di Dumai.

Seperti kata Agoes S. Alam dalam leaflet Kumpulan Sajak Et La Het karyanya bahwa entah seniman, entah pekerja seni, entah budayawan, entah apalah. Sebuah kepastian jawaban untuk menjawab entah itu tanyalah pada et la het dan atau kesapulelat yang beliau katakana dan atau dalam ghesah. Berkesenian bagi Agoes S. Alam adalah persoalan jiwa, lebih dari itu beliau menyatakan tak tahu.Mungkin tak terlalu terpikirkan atau terhajatkan oleh orang-orang yang bertungkus lumus dalam berkesenian di Dumai untuk berlomba-lomba mendaftarkan diri untuk masuk menjadi salah satu nominasi dalam sebuah kriteria penghargaan yang diberikan kepada seniman, sastrawan dan budayawan. Mereka pada umumnya hanya memikirkan bagaimana tetap terus berkarya dalam bidang kesenian yang mereka geluti sehingga karya-karya mereka dapat menambah kekayaan budaya yang ada dan menjadi salah satu peluang untuk pengembangan ekonomi kreatif. Mujurlah jika upaya-upaya pengembangan kegiatan berkesenian yang mereka lakukan mendapat dukungan secara nyata dari penyelenggara pembangunan jika tidak maka mereka mesti lebih kreatif lagi dalam berkreativitas. Saya telah menulis sebuah telaah Sajak Et la het dalam Kumpulan Sajak Et La Het karya Agoes S. Alam dan tulisan ini dimuat dalam Majalah Horison Online kategori Esai tanggal 10 Agustus 2012 (Untuk membacanya klik di tautan ini).

Saya waham bahwa sosok-sosok yang kreatif dalam kerja-kerja kesenian di semerata daerah di Indonesia tidak terlalu meleleh air liurnya dengan yang namanya 'penghargaan' dalam arti sempit. Mereka pada umumnya tetap berkarya dan selalu berkarya dalam bidangnya masing-masing. Tidaklah patut jika sumber daya dan potensi dalam kerja-kerja kesenian ”diperalat” dan ”ditunggangi” hanya sebagai kendaraan mencapai tujuan-tujuan materialistik belaka. Seperti yang dinyatakan Jaringan Seniman Riau (JSR) dalam Pernyataann Sikap JS.

Di tingkat nasional, terdapat pula beberapa wacana untuk membentuk Dewan Kesenian Nasional dan ada menteri yang berwacana untuk memberikan Sertifikasi Seniman. Entah apa maksud yang positif dalam wacana memberikan Sertifikasi Seniman yang dimaksudkan menteri itu. Seorang sosok yang tunak dalam berkesenian di Dumai berpendapat jika Sertifikasi Seniman dibakukan maka akan terbuka gerbang untuk seniman-seniman siluman bermunculan. Saya menanggapinya dengan mengatakan berapa pula nanti berapa besar pula seniman-seniman digaji setelah kerja-kerja kreatifnya mesti mengikut standarisasi kesenian yang ditentukan Tuan yang memberi Sertifikasi Seniman.

Macam guru saja hendak disertifikasi seniman Indonesia. Lalu nanti ada Ujian Kompetensi Seniman seperti Uji Kompetensi Guru (UKG)? Guru-guru saja banyak yang mengeluh akibat pelaksanaan UKG. Jika anggaran untuk pelaksanaan UKG dialihkan untuk penambahan tunjangan dan gaji guru tentu guru-guru tidak mengeluh dan tersenyum sambil berkata "Mantap kita punya Menteri ini telah memperjuangkan kebijakan untuk menaikkan gaji guru." Saya berkelakar saja jadi tak mesti sampai menancapkan paku-paku emosi pula di batang kayu. 

Sejauh mana perkembangan realisasi wacana pembentukan Dewan Kesenian Nasional Indonesia masih saya ikuti perkembangannya seiring dengan wacana tentang perlunya payung hukum yang jelas untuk lembaga kesenian melalui perumusan dan pengesahan Undang-Undang di tingkat nasional dan Peraturan Daerah untuk memperkuat eksistensi Dewan Kesenian di berbagai daerah.

Kurang apa lagi potensi masyarakat di Dumai dalam berupaya untuk pengembangan potensi diri mereka sebab terdapat sosok-sosok yang dengan karyanya membawa nama Dumai semakin dikenal oleh berbagai kalangan tidak sebatas hanya terkenal dengan lokasi yang strategis untuk pelabuhan kontainer, kilang pengolah minyak bumi dan minyak kelapa sawit saja. Sebagai buktinya ada pemantun-pemantun Dumai yang telah menjadi johan dalam berpantun di luar Dumai dan luar negeri, sanggar-sanggar seni yang acap kali mewakili Dumai untuk bermain kompang, marwas, bernyanyi dan menari di tingkat provinsi, nasional dan negeri seberang sana. Tak mau ketinggalan pula, di bidang musik terdapat beberapa band musik di Dumai yang telah menjadi juara dan mewakili Riau di ajang kompetisi band tingkat nasional. Selain itu terdapat pula beberapa invensi sektor seni dan budaya yangtelah ditawarkan dan didaftarkan kepada negara. 

Saya memberikan apresiasi kepada sosok-sosok yang dimaksudkan melalui tulisan ini. Tahun lalu pernah saya mendengar kabar bahwa akan diselenggarakan sebuah kegiatan untuk memberikan penghargaan kepada sosok-sosok yang telah tunak dalam dunia berkesenian dan kebudayaan di Dumai namun sampai sekarang tidak terdengar kapan mau direalisasikan. Memang pernah beberapa tahun yang lalu ada sebuah kegiatan sejenis diselenggarakan untuk memberikan penghargaan kepada sosok-sosok yang tunak berkarya dalam dunia kesenian di Dumai. 

Di daerah-daerah lain terdengar kabar bahwa penyelenggara pembangunannya saling berlomba-lomba untuk membangun pengembangan potensi kesenian dan kebudayaan di daerah mereka serta memberikan apresiasi yang nyata kepada sosok-sosok yang tunak berkreativitas dalam kesenian dan kebudayaan dengan nilai-nilai kearifan lokalnya. Namun saat ini di Dumai belum ada terdengar realisasi upaya-upaya untuk hal seperti itu. Saya melalui tulisan ini memberikan usulan kepada sosok-sosok yang mengurus dunia kesenian di Dumai agar segera menyusun dan merumuskan kriteria dan menetapkan calon-calon penerima penghargaan seni di Dumai sebab upaya ini adalah salah satu tugas mereka sebagaimana termaktub dalam tugas dan tanggung jawabnya yang telah ditetapkan dalam Musenda tahun 2008. Saya hadir saat itu sebagai salah satu peserta musyawarah dan menjadi anggota di Komisi I yang membahas tentang isi perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Dewan Kesenian Dumai.

Beberapa sosok yang namanya saya tuliskan dibawah ini merupakan sosok-sosok yang jejak langkahnya dalam perjalanan kerja-kerja kreatif berkesenian dan berkebudayaan patut mendapat apresiasi dan kalau perlu didaftarkan untuk mengikuti helat seperti Anugrah Sagang atau Anugrah yang diselenggarakan oleh penyelenggara pembangunan di Dumai ini. Mereka adalah Tyas AG (Ketua DKD periode 2004-2006, pendiri DEKAM, pengagas Kompang Marching yang tunak sebagai perupa dan dalam seni teater), Akhyar (Teater Biduk Betuah) dan Friandra (Teater Biduk Betuah dan Sekjen. Biduk Seniman Indonesia), David HS "Aveq" (Pengagas Sanggar Serunai, Studio 23, Ketua Harian Komunitas Musisi Dumai yang tunak dalam seni musik modern dan kontemporer serta memiliki kemampuan dalam hal audio recording & mixing), Zamri Ismail "Jimex" (seorang musisi yang talentanya dalam arrasenmen musik dan sound engineer acap kali membantu seniman-seniman lain dalam berkarya baik teater, penyair dan grup-grup musik yang ada), Al Fala (Koreografer, Sanggar Tuah Betung), Agoes S. Alam (Pendiri Komunitas Musisi Dumai bersama Robbinur "Rob Hazab" dan juga Komunitas Penyair Dumai yang juga rajin menulis karya kreatif seperti sajak dan cerita-cerita rakyat di Dumai), Darwis Mohd. Saleh (Pendiri Teater Bendera-Sekolah Alam Bandar Bakau, Ketua Pecinta Lama Bahari Club yang tunak menulis karya kreatif seperti sajak dan cerita pendek. Baru-baru ini Pecinta Alam Bahari Club menjadi salah satu Calon Penerima Kalpataru Kategori Penyelamat Lingkungan 2012), T.M Rozali dan Ariduan "Iwang" (yang mengagas sebuah media publikasi kegiatan berkesenian di Dumai melalui akses televisi kabel), Waank "Adi" Hutagalung (Musik, Distro), Janter Pangaribuan (Musik, Studio), Panca ( Koreografer, Musisi), Ibu Jamilah (Pendiri Sanggar Siti Laot dan yang melatih anak-anak berteater di Teater Siti Laut). Selain nama-nama tersebut masih terdapat sosok-sosok di Dumai yang telah dahulu tunak dalam berkesenian jauh sebelum shuffle dance, modern dance dan modern fashion show masuk ke Dumai ini. Mereka perlu mendapatkan apresiasi nyata oleh berbagai kalangan khususnya penyelenggara pembangunan Kota Dumai melalui Disbudparpora dan pengurus berkesenian di Dumai. 

Selain pemberian apresiasi yang dapat diwujudkan dalam berbagai cara masih terdapat beberapa hal yang perlu segera digesa realisasinya oleh penyelenggara pembangunan di Dumai ini seperti pembangunan Taman Budaya dan Gedung Kesenian di Dumai. Jika pembangunan seperti Dumai Central Park (Taman Bukit Gelanggang) dapat direalisasikan maka begitu pula hendaknya dengan Taman Budaya dan Gedung Kesenian. Alangkah mirisnya kita melihat masyarakat Dumai dalam berkesenian masih 'menumpang-numpang' tempat dan tersendat-sendat dalam mengeksplorasi potensi berkeseniannya. Pembangunan sarana dan prasana berkesenian di Dumai dapat membuka peluang ekonomi kreatif di sektor kesenian dan kebudayaan. 

Dalam hal berkesenian sebenarnya tidak hambatan bagi sosok-sosok kreatif dalam menciptakan dan menampilkan karyanya. Tak kurang sekali dua kali kita mendengar ada seniman di Dumai yang melakukan atraksinya di pantai, hutan, pos penjaga lalu lintas di simpang jalan, lapangan yang tak beratap, gedung sempit yang tak layak untuk sebuah pertunjukan seni yang spektakuler, sebuah panggung sederhana yang atraksinya terpaksa dihentikan jika hujan turun, halaman gedung-gedung tertentu dan balai-balai yang terkesan ekslusif untuk tuan yang punya hajat atraksinya. Sudah sepatutnya penyelenggara pembangunan mampu “thinking outside the box” dalam pengembangan potensi kesenian di Dumai.

Taman Budaya, Gedung Kesenian sekalian dengan Kampung Seniman di Dumai bukanlah sebuah utopia jika seluruh pihak benar-benar mau bersinergi untuk mewujudkannnya. Dumai komplit dengan sumber daya konsultan dan pelaksana pembangunanan, lahan-lahan kosong dengan Plang Tanah Ini Milik Negara dan masyarakat yang suka berkesenian. Woiiiii! Apa lagi yang kita tunggu? Berkumpulah kawan-kawan yang tunak dari berbagai sanggar, komunitas, paguyuban dan kelompok-kelompok seni dan budaya di Dumai untuk beramai-ramai datang menemui penyelenggara pembangunan di Dumai dan meminta segera membangun Taman Budaya, Gedung Kesenian dan sekalian dengan Kampung/ Kompleksnya. 

Tak punya suarakah yang gemar dan tunak dalam berkesenian yang berjumlah ribuan itu untuk membuka cakrawala berpikir yang membuat kebijakan dan menentukan anggaran dalam pembangunan? Jika perlu beramai-ramai datang menemui Tuan yang menjadi pemimpin di Provinsi ini agar mau menambahkan mungkin sekitar 30 sampai 50 miliar anggaran belanja untuk Dumai dari Provinsi Riau sebagai modal membangun Taman Budaya, Gedung Kesenian dan Kompleksnya di Dumai. Tak ditanggapi juga? Mungkin perjuangan untuk membentuk Provinsi Riau Pesisir perlu dipercepat sehingga ketiga item yang dimaksud dapat direalisasikan oleh Tuan-Tuan yang ingin menjadi pemimpin di Provinsi Riau Pesisir. Hah? Sebentuk agitasikah ini? Saya rasa tidak sebab wacana ini telah lama ada sebelum saya menuliskannya dan saya telah mendapatkan wacana ini dari sosok-sosok yang peduli dan tunak dalam berkesenian. Saya mencoba menjabarkan wacana tersebut dari perspektif personal sebab saya sedang belajar menulis. 

Tulisan ini mungkin merupakan sebentuk hipogram dari Pernyataan Jaringan Seniman Riau (JSR), sebuah pernyataan sikap tersebut merupakan hasil dari pertemuan para seniman Riau, di Taman Budaya Pekanbaru, Minggu 16 November, pukul 10.00-16.00 WIB. Keprihatian para seniman dan budayawan muda Riau ini akan ditindaklanjuti dengan menggelar DEMO (KARYA) SENIMAN RIAU pada hari Sabtu, 29 November 2008, pukul 14.00 WIB di Bandar Serai Pekanbaru. Saya membacanya di laman MelayuOnline.com yang dibuat oleh Mahyudin Al Mudra, SH, MM.

Saya bernama Hukmi99 dalam blog ini (sebuah blog dalam proses sejak pertama berubah-ubah sesuai kedinamisan keinginan hati. Ini perubahan yang ketiga isi (content) blog sehingga dimantapkan bahwa ini blog Hukmi99 yang ditulis dan diterbitkan (publish) sebab saya sedang belajar menulis. Saya bukan Hukmi, S,Sn. M.Hum (Musik, Pekanbaru), salah seorang seniman dalam Jaringan Seniman Riau. Meskipun demikian Hukmi99 turut mendukung pernyataan Jaringan Seniman Riau sebab Ahlul Hukmi senang jika kalangan seniman kreatif tidak hanya dalam berkarya namun semakin kreatif dalam membuka cakrawala berpikir berbagai kalangan terkait kerja-kerja kebudayaan sebagaimana halnya yang telah dinyatakan dalam Pernyataan Sikap Jaringan Seniman Riau. Semoga tidak dilupakan pernyataan yang telah dinyatakan.

Selamat hari jadi Riau Ke-55, Sembilan Agustus Dua Ribu Dua Belas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar