Saya
sedang mengumpulkan jejak langkah sosok-sosok yang tunak dalam
berkesenian di Dumai. Saya sedang mencoba menghubungi beberapa orang
seniman, sastrawan, budayawan untuk dan pihak-pihak lain untuk
mendapatkan informasi dan pendapat mereka tentang ketunakan
sosok-sosok tersebut dalam menerabas kejumudan dalam pengembangan
potensi kesenian di Riau khususnya Kota Dumai.
Potensi
berkesenian di Dumai seakan-akan dikebiri sebab persoalan
pengembangan minat, bakat dan potensi masyarakat dalam berkesenian
serta penciptaan karyanya didominasi oleh sekelompok orang yang
punya akses langsung terhadap pengambil kebijakan dan penentu
anggaran dalam pembangunan. Meskipun demikian hal itu tentu tidak
akan menjadi alasan bagi orang-orang yang kreatif untuk terhenti
menciptakan karyanya.
Berkaryalah
ucap Tyas AG kepada saya malam itu agar dapat pula menjadi bagian
dari golongan yang berkarya. Agaknya semacam golongan karya jadinya
dalam pemikiran saya.
Terdapat
beberapa orang seniman di Dumai yang pada masanya telah menghasilkan
karya-karyanya dalam dunia kesenian dan membawa potensi berkesenian
Dumai dikenal oleh dunia di luar Kota Dumai. Namun sayang sebab
mereka tak punya 'akses' atau mungkin 'dibatasi aksesnya' membuat
perlahan karya-karyanya mereka terlupakan. Beberapa nama itu tidak
dapat saya sebutkan disini sebab seharusnya yang mengurus
pengembangan dunia kesenian di Dumai yang lebih paham tentang siapa
orang-orang yang saya maksud.
Saya
tidak punya tendensi apa-apa dalam menuliskan ini sebab saya sedang
belajar menulis. Saya ingin yang mengurus pengembangan kesenian dan
penyelenggara pembangunan di Dumai ini mampu memberikan apresiasi
yang nyata terhadap orang-orang telah mendedikasikan hidupnya secara
tunak untuk berkesenian (khususnya berkesenian yang tetap menjaga
kuatnya nilai-nilai kearifan lokal yang ada) di Dumai.
Seperti
kata Agoes S. Alam dalam leaflet Kumpulan Sajak Et La Het karyanya
bahwa entah seniman, entah pekerja seni, entah budayawan, entah
apalah. Sebuah kepastian jawaban untuk menjawab entah itu tanyalah
pada et la het dan atau kesapulelat yang beliau katakana dan atau
dalam ghesah. Berkesenian bagi Agoes S. Alam adalah persoalan jiwa,
lebih dari itu beliau menyatakan tak tahu.Mungkin tak terlalu
terpikirkan atau terhajatkan oleh orang-orang yang bertungkus lumus
dalam berkesenian di Dumai untuk berlomba-lomba mendaftarkan diri
untuk masuk menjadi salah satu nominasi dalam sebuah kriteria
penghargaan yang diberikan kepada seniman, sastrawan dan budayawan.
Mereka pada umumnya hanya memikirkan bagaimana tetap terus berkarya
dalam bidang kesenian yang mereka geluti sehingga karya-karya mereka
dapat menambah kekayaan budaya yang ada dan menjadi salah satu
peluang untuk pengembangan ekonomi kreatif. Mujurlah jika upaya-upaya
pengembangan kegiatan berkesenian yang mereka lakukan mendapat
dukungan secara nyata dari penyelenggara pembangunan jika tidak maka
mereka mesti lebih kreatif lagi dalam berkreativitas. Saya telah menulis sebuah telaah Sajak Et la het dalam Kumpulan Sajak Et La Het karya Agoes S. Alam dan tulisan ini dimuat dalam Majalah Horison Online kategori Esai tanggal 10 Agustus 2012 (Untuk membacanya klik di tautan ini).
Saya
waham bahwa sosok-sosok yang kreatif dalam kerja-kerja kesenian di
semerata daerah di
Indonesia tidak terlalu meleleh air liurnya dengan yang namanya
'penghargaan' dalam arti sempit. Mereka pada umumnya tetap berkarya
dan selalu berkarya dalam bidangnya masing-masing. Tidaklah patut
jika sumber daya dan potensi dalam kerja-kerja kesenian ”diperalat”
dan ”ditunggangi” hanya sebagai kendaraan mencapai tujuan-tujuan
materialistik belaka. Seperti yang dinyatakan Jaringan Seniman Riau
(JSR) dalam Pernyataann Sikap JS.
Di
tingkat nasional, terdapat pula beberapa wacana untuk membentuk Dewan
Kesenian Nasional dan ada menteri yang berwacana untuk memberikan
Sertifikasi Seniman. Entah apa maksud yang positif dalam wacana
memberikan Sertifikasi Seniman yang dimaksudkan menteri itu. Seorang
sosok yang tunak dalam berkesenian di Dumai berpendapat jika
Sertifikasi Seniman dibakukan maka akan terbuka gerbang untuk
seniman-seniman siluman bermunculan. Saya menanggapinya dengan
mengatakan berapa pula nanti berapa besar pula seniman-seniman digaji
setelah kerja-kerja kreatifnya mesti mengikut standarisasi kesenian
yang ditentukan Tuan yang memberi Sertifikasi Seniman.
Macam
guru saja hendak disertifikasi seniman Indonesia. Lalu nanti ada
Ujian Kompetensi Seniman seperti Uji Kompetensi Guru (UKG)? Guru-guru
saja banyak yang mengeluh akibat pelaksanaan UKG. Jika anggaran untuk
pelaksanaan UKG dialihkan untuk penambahan tunjangan dan gaji guru
tentu guru-guru tidak mengeluh dan tersenyum sambil berkata "Mantap
kita punya Menteri ini telah memperjuangkan kebijakan untuk menaikkan
gaji guru." Saya berkelakar saja jadi tak mesti sampai
menancapkan paku-paku emosi pula di batang kayu.
Sejauh
mana perkembangan realisasi wacana pembentukan Dewan Kesenian
Nasional Indonesia masih saya ikuti perkembangannya seiring dengan
wacana tentang perlunya payung hukum yang jelas untuk lembaga
kesenian melalui perumusan dan pengesahan Undang-Undang di tingkat
nasional dan Peraturan Daerah untuk memperkuat eksistensi Dewan
Kesenian di berbagai daerah.
Kurang
apa lagi potensi masyarakat di Dumai dalam berupaya untuk
pengembangan potensi diri
mereka sebab terdapat sosok-sosok yang dengan karyanya membawa nama
Dumai semakin dikenal oleh berbagai kalangan tidak sebatas hanya
terkenal dengan lokasi yang strategis untuk pelabuhan kontainer,
kilang pengolah minyak bumi dan minyak kelapa sawit saja. Sebagai
buktinya ada pemantun-pemantun Dumai yang telah menjadi johan dalam
berpantun di luar Dumai dan luar negeri, sanggar-sanggar seni yang
acap kali mewakili Dumai untuk bermain kompang, marwas, bernyanyi dan
menari di tingkat provinsi, nasional dan negeri seberang sana. Tak
mau ketinggalan pula, di bidang musik terdapat beberapa band musik di
Dumai yang telah menjadi juara dan mewakili Riau di ajang kompetisi
band tingkat nasional. Selain itu terdapat pula beberapa invensi
sektor seni dan budaya yangtelah ditawarkan dan didaftarkan kepada
negara.
Saya
memberikan apresiasi kepada sosok-sosok yang dimaksudkan melalui
tulisan ini. Tahun lalu pernah saya mendengar kabar bahwa akan
diselenggarakan sebuah kegiatan untuk memberikan penghargaan kepada
sosok-sosok yang telah tunak dalam dunia berkesenian dan kebudayaan
di Dumai namun sampai sekarang tidak terdengar kapan mau
direalisasikan. Memang pernah beberapa tahun yang lalu ada sebuah
kegiatan sejenis diselenggarakan untuk memberikan penghargaan kepada
sosok-sosok yang tunak berkarya dalam dunia kesenian di Dumai.
Di
daerah-daerah lain terdengar kabar bahwa penyelenggara pembangunannya
saling berlomba-lomba untuk membangun pengembangan potensi kesenian
dan kebudayaan di daerah mereka serta memberikan apresiasi yang nyata
kepada sosok-sosok yang tunak berkreativitas dalam kesenian dan
kebudayaan dengan nilai-nilai kearifan lokalnya. Namun saat ini di
Dumai belum ada terdengar realisasi upaya-upaya untuk hal seperti
itu. Saya melalui tulisan ini memberikan usulan kepada sosok-sosok
yang mengurus dunia kesenian di Dumai agar segera menyusun dan
merumuskan kriteria dan menetapkan calon-calon penerima penghargaan
seni di Dumai sebab upaya ini adalah salah satu tugas mereka
sebagaimana termaktub dalam tugas dan tanggung jawabnya yang telah
ditetapkan dalam Musenda tahun 2008. Saya hadir saat itu sebagai
salah satu peserta musyawarah dan menjadi anggota di Komisi I yang
membahas tentang isi perubahan anggaran dasar dan anggaran rumah
tangga Dewan Kesenian Dumai.
Beberapa
sosok yang namanya saya tuliskan dibawah ini merupakan sosok-sosok
yang jejak langkahnya dalam perjalanan kerja-kerja kreatif
berkesenian dan berkebudayaan patut mendapat apresiasi dan kalau
perlu didaftarkan untuk mengikuti helat seperti Anugrah Sagang atau
Anugrah yang diselenggarakan oleh penyelenggara pembangunan di Dumai
ini. Mereka adalah Tyas AG (Ketua DKD periode 2004-2006, pendiri
DEKAM, pengagas Kompang Marching yang tunak sebagai perupa dan dalam
seni teater), Akhyar (Teater Biduk Betuah) dan Friandra (Teater Biduk
Betuah dan Sekjen. Biduk Seniman Indonesia), David HS "Aveq"
(Pengagas Sanggar Serunai, Studio 23, Ketua Harian Komunitas Musisi
Dumai yang tunak dalam seni musik modern dan kontemporer serta
memiliki kemampuan dalam hal audio recording & mixing), Zamri
Ismail "Jimex" (seorang musisi yang talentanya dalam
arrasenmen musik dan sound engineer acap kali membantu
seniman-seniman lain dalam berkarya baik teater, penyair dan
grup-grup musik yang ada), Al Fala (Koreografer, Sanggar Tuah Betung), Agoes S. Alam (Pendiri Komunitas Musisi
Dumai bersama Robbinur "Rob Hazab" dan juga Komunitas
Penyair Dumai yang juga rajin menulis karya kreatif seperti sajak dan
cerita-cerita rakyat di Dumai), Darwis Mohd. Saleh (Pendiri Teater
Bendera-Sekolah Alam Bandar Bakau, Ketua Pecinta Lama Bahari Club
yang tunak menulis karya kreatif seperti sajak dan cerita pendek.
Baru-baru ini Pecinta Alam Bahari Club menjadi salah satu Calon
Penerima Kalpataru Kategori Penyelamat Lingkungan 2012), T.M Rozali
dan Ariduan "Iwang" (yang mengagas sebuah media publikasi
kegiatan berkesenian di Dumai melalui akses televisi kabel), Waank "Adi" Hutagalung (Musik, Distro), Janter Pangaribuan (Musik, Studio), Panca ( Koreografer, Musisi), Ibu
Jamilah (Pendiri Sanggar Siti Laot dan yang melatih anak-anak
berteater di Teater Siti Laut). Selain nama-nama tersebut masih
terdapat sosok-sosok di Dumai yang telah dahulu tunak dalam
berkesenian jauh sebelum shuffle dance, modern dance
dan modern fashion show masuk ke Dumai ini. Mereka perlu
mendapatkan apresiasi nyata oleh berbagai kalangan khususnya
penyelenggara pembangunan Kota Dumai melalui Disbudparpora dan
pengurus berkesenian di Dumai.
Selain
pemberian apresiasi yang dapat diwujudkan dalam berbagai cara masih
terdapat beberapa hal yang perlu segera digesa realisasinya oleh
penyelenggara pembangunan di Dumai ini seperti pembangunan Taman
Budaya dan Gedung Kesenian di Dumai. Jika pembangunan seperti Dumai
Central Park (Taman Bukit Gelanggang) dapat direalisasikan maka
begitu pula hendaknya dengan Taman Budaya dan Gedung Kesenian.
Alangkah mirisnya kita melihat masyarakat Dumai dalam berkesenian
masih 'menumpang-numpang' tempat dan tersendat-sendat dalam
mengeksplorasi potensi berkeseniannya. Pembangunan sarana dan prasana
berkesenian di Dumai dapat membuka peluang ekonomi kreatif di sektor
kesenian dan kebudayaan.
Dalam
hal berkesenian sebenarnya tidak hambatan bagi sosok-sosok kreatif
dalam menciptakan dan menampilkan karyanya. Tak kurang sekali dua
kali kita mendengar ada seniman di Dumai yang melakukan atraksinya di
pantai, hutan, pos penjaga lalu lintas di simpang jalan, lapangan
yang tak beratap, gedung sempit yang tak layak untuk sebuah
pertunjukan seni yang spektakuler, sebuah panggung sederhana yang
atraksinya terpaksa dihentikan jika hujan turun, halaman
gedung-gedung tertentu dan balai-balai yang terkesan ekslusif untuk
tuan yang punya hajat atraksinya. Sudah sepatutnya penyelenggara
pembangunan mampu “thinking outside the box” dalam pengembangan
potensi kesenian di Dumai.
Taman
Budaya, Gedung Kesenian sekalian dengan Kampung Seniman di Dumai
bukanlah sebuah utopia jika seluruh pihak benar-benar mau bersinergi
untuk mewujudkannnya. Dumai komplit dengan sumber daya konsultan dan
pelaksana pembangunanan, lahan-lahan kosong dengan Plang Tanah Ini
Milik Negara dan masyarakat yang suka berkesenian. Woiiiii! Apa lagi
yang kita tunggu? Berkumpulah kawan-kawan yang tunak dari berbagai
sanggar, komunitas, paguyuban dan kelompok-kelompok seni dan budaya
di Dumai untuk beramai-ramai datang menemui penyelenggara pembangunan
di Dumai dan meminta segera membangun Taman Budaya, Gedung Kesenian
dan sekalian dengan Kampung/ Kompleksnya.
Tak punya suarakah yang
gemar dan tunak dalam berkesenian yang berjumlah ribuan itu untuk
membuka cakrawala berpikir yang membuat kebijakan dan menentukan
anggaran dalam pembangunan? Jika perlu beramai-ramai datang menemui
Tuan yang menjadi pemimpin di Provinsi ini agar mau menambahkan
mungkin sekitar 30 sampai 50 miliar anggaran belanja untuk Dumai dari
Provinsi Riau sebagai modal membangun Taman Budaya, Gedung Kesenian
dan Kompleksnya di Dumai. Tak ditanggapi juga? Mungkin perjuangan
untuk membentuk Provinsi Riau Pesisir perlu dipercepat sehingga
ketiga item yang dimaksud dapat direalisasikan oleh Tuan-Tuan yang
ingin menjadi pemimpin di Provinsi Riau Pesisir. Hah? Sebentuk
agitasikah ini? Saya rasa tidak sebab wacana ini telah lama ada
sebelum saya menuliskannya dan saya telah mendapatkan wacana ini dari
sosok-sosok yang peduli dan tunak dalam berkesenian. Saya mencoba
menjabarkan wacana tersebut dari perspektif personal sebab saya
sedang belajar menulis.
Tulisan
ini mungkin merupakan sebentuk hipogram dari Pernyataan Jaringan
Seniman Riau (JSR), sebuah pernyataan sikap tersebut merupakan hasil
dari pertemuan para seniman Riau, di Taman Budaya Pekanbaru, Minggu
16 November, pukul 10.00-16.00 WIB. Keprihatian para seniman dan
budayawan muda Riau ini akan ditindaklanjuti dengan menggelar DEMO
(KARYA) SENIMAN RIAU pada hari Sabtu, 29 November 2008, pukul 14.00
WIB di Bandar Serai Pekanbaru. Saya membacanya di laman
MelayuOnline.com yang dibuat oleh Mahyudin Al Mudra, SH, MM.
Saya
bernama Hukmi99 dalam blog ini (sebuah blog dalam proses sejak
pertama berubah-ubah sesuai kedinamisan keinginan hati. Ini perubahan
yang ketiga isi (content) blog sehingga dimantapkan bahwa ini blog
Hukmi99 yang ditulis dan diterbitkan (publish) sebab saya sedang
belajar menulis. Saya bukan Hukmi, S,Sn. M.Hum (Musik, Pekanbaru),
salah seorang seniman dalam Jaringan Seniman Riau. Meskipun demikian
Hukmi99 turut mendukung pernyataan Jaringan Seniman Riau sebab Ahlul
Hukmi senang jika kalangan seniman kreatif tidak hanya dalam berkarya
namun semakin kreatif dalam membuka cakrawala berpikir berbagai
kalangan terkait kerja-kerja kebudayaan sebagaimana halnya yang telah
dinyatakan dalam Pernyataan Sikap Jaringan Seniman Riau. Semoga tidak
dilupakan pernyataan yang telah dinyatakan.
Selamat
hari jadi Riau Ke-55, Sembilan Agustus Dua Ribu Dua
Belas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar