04/03/13

Sapa Seputaran Aku


....Diantara bunyi, suara dan aksara....

Apa kabar Kawan?

Alhamdulillah kabar baik kawan.

Mana lanjutan cerita mengikuti Pertemuan Penyair Nusantara VI di Jambi?

Ini sedang ditulis kawan. Masih disunting lagi sebab dalam 20 sehingga 25 halaman sebentuk catatan reportase bebasnya mau dipublikasikan dalam blog ini agar terasa estetika dan etikanya kawan.

Semoga bencana banjir yang melanda wilayah Jambi dapat segera berakhir. Dalam musibah selalu ada hikmahnya begitu kata orang-orang yang bijak.

Apa lagi yang dikau buat kawan?

Aku sedang menulis dan menyunting kumpulan puisi, kumpulan esai dan kumpulan cerita pendek. Selain itu Aku sedang menyiapkan naskah drama, beberapa kritik puisi dan esai sastra. Nak mulai perang sastra baru dengan @AngrySipelebegu sebab kritiknya terhadap puisi esai tidak setajam dan sedalam kritiknya untuk KUK/TUK. Ada apa?

Aku menata hati agar benar-benar mencintai Indonesia Raya, tanah airku. Di sebuah stiker kulihat ada tertera tulisan yang berbunyi “Indonesia Tanah Airku. Tanah Kusewa, Airku beli”.

Masih mendingan ya masih bisa menyewa tanah dan membeli air. Lalu yang tidak bisa menyewa tanah dan membeli air? Entahlah…Entang pukang (versi Agoes S.Alam)

Ah, mau ikut lomba lagi dikau ya?

Begitulah agaknya kawan. Tak ada salahnya kalau belajar ekspos dengan menerapkan politik sayembara sastra ().

Jadi buat bukunya kawan?

Insyaallah jadi. Aku sedang menyuntingnya.

Kalau ada penerbit yang berminat dengan naskah-naskahmu bagaimana kawan?

Ha..ha...ha…Mantap juga itu kawan. Sekarang sudah banyak pilihan dalam penerbitan buku baik dengan menerbitkan sendiri atau bekerja sama dengan penerbit yang menyediakan self-publishing. Pernah dulu nerbitkan tulisan dalam bentuk fotokopian saja. Kalau sekarang lebih baik rasanya dalam format digital saja.

Bagaimana pendapat dikau seputar polemik Damar Juniarto dengan Andrea Hirata?

Tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Aku berpendapat sebaiknya mereka duduk bersama dan berdiskusi tentang banyak hal terutama sekali dalam hal ihwal sama-sama bersinergi memajukan kesusastraan Indonesia.

Kalau mau diperuncing retorika dan dinamika yang dibungkus dengan konflik kepentingan maka semakin tidak elok rasanya. Aku jadi teringat tentang polemik Lekra dengan Manikebu, Saut Situmorang (dengan boemipoetra) versus Goenawan Mohammad (KUK/TUK), Homicide dengan Thufail Al Ghifari feat The Muhahidin, FPI versus JIL (dalam konteks yang kompleks).

Itu ada Sayembara Esai boemipoetra….Dikau tak ikut?

Sedang ditulis kawan. Entah esai entah kritik entah entang pukang (entang pukang – mengutip frasa dari Agoes S. Alam) yang jelas nanti dikirim ke boemipoetranya sebab Aku “mempertanyakan” seberapa benar fakta dan kebenaran bahwa Saut Situmorang bersama boemipoetranya bukan milik antek imperialis. Agaknya perlu dibuktikan kebenaran semboyan “Bukan Milik Antek Imperialis” dari boemipoetra.

Bagaimana kalau nanti dikau kena “libas” sebab mengkritik mereka?

Kalau “melibas” dalam bentuk tulisan ya tidak masalah. Jangan libas pakai yang lain sebab dalam dunia kata-kata moh kita “libas melibas dan melibas-libas” dengan kata-kata pula. Kalau tidak salah sekitar tanggal 28 Januari 2010 sudah pernah kena libas sedikit oleh Saut Situmorang melalui komentarnya pada salah satu jejaring sosial.

Esai Sastraku Sayang, Sastraku Malang oleh Saut Situmorang mengingatkan Aku dengan puisi yang berjudul Guruku Sayang, Guruku Malang. Agaknya dulu aku ada membaca tulisan dengan yang memuat judul Sayang dan Malang itu lalu membekas dalam memori sehingga indah pula rasanya diksi itu.

Lalu apa tanggapan dikau atas libasannya?

Dibawa gembira saja sebab kalau menerapkan pendekatan kritik sastra nan sarkastis maka mesti kuat dalam melibas dengan kata-kata dan mesti siap kuat dan hebat pula dilibas kembali dengan kata-kata. Saling bilas-membilaslah dalam kata-kata. Tahun 2011 lalu pernah Aku asyik “berdebat” dengan seorang kawan yang juga cerdas dalam hal “libas melibas” dalam kata-kata dan retorika. Tukang pikir juga kawan itu sekalian tukang kritik juga hanya bedanya kalau Saut Situmorang sudah dinyatakan sebagai sastrawan Indonesia di situs web Taman Ismail Marzuki sedangkan kawan itu masuk dalam direktori yang lain pula sesuai dengan kompetensinya itupun kalau sudah ada surat resminya masuk..ha..ha..ha…Lagi dimana kau Tukang Pikir? Tak usah apriori kau denganku ya…

Apa lagi informasi terbaru yang menarik?

Kalau kawan-kawan tertarik kabarnya akan diselenggarakan lagi Sayembara Penulisan Naskah Buku Pengayaan oleh Pusat Kurikulum dan Perbukuan – Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional, Lomba dalam rangka Bulan Bahasa oleh Badan Bahasa, Lomba Menulis oleh Ditjen EKMDI – Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sayembara Menulis Kritik Puisi Komunitas Sastra Indonesia Award 2013, Lomba Esei boemipoetra dan kalau mau mengetahui info lomba menulis tahun 2013 ini silahkan cek di berbagai situs web, blog maupun media sosial yang menyediakan info sastra terbaru.

Kalau tak tertarik dengan aktivitas tersebut maka buatlah saja sendiri aktivitas-aktivitas sastra yang menyenangkan hatimu dan kawan-kawan. Tak perlulah sampai ngedumel-ngedumel pula sebab tak dapat bergabung atau diundang dengan karpet merah untuk mengikuti “ruang-ruang budaya di media” maupun “tersingkir dalam festival-festival satu warna”.***

Termarjinalkan atau memarjinalkan diri pada akhirnya adalah pilihan. Sama halnya dengan memilih untuk kuat dan hebat dalam kompromi atau oposisi. Begitu juga dalam mewarnai diri dalam hitam, putih, merah, abu-abu, hijau atau total sepenuhnya merah putih.

“Akulah londok dari kumpulan chameleon yang teroganisir,” ujar salah seorang kawan dalam sebuah diskusi. Kalau begitu maka mainkan gendang agitpropnya kawan biar kulihat sampai dimana kesungguhan dan kebenaran akan perjuanganmu melawan imperialis dalam kesusatraan Indonesia dan sekalian dalam beragam sektor kehidupan!

Kalau ada kawan-kawan mau mengirimkan buku-buku sastra yang gratis untuk dikau mau dikirimkan kemana kawan?

Ha..ha..ha..
Kirimkan saja informasinya ke kotak pesan surel hukmi99@gmail.com atau @hukmi99. Terima kasih kalau ada yang mau mengirimkan buku-buku sastranya baik yang gratis maupun untuk dikonsiyansikan (dititipkan untuk didistribusikan untuk penikmat sastra seputaran Dumai-Mandau-Bengkalis-Meranti).

Ada maunya dikau ini kawan…Sekalian saja buka toko buku khusus sastra di Kota Dumai.

Mantap juga idenya kawan. Nanti ya dicari dulu pemodalnya..ha..ha..ha. Ada tidak ya mau konsiyansi, memodali dan non-franchise? Ha..ha..ha..Rakyat Indonesia banyak yang tidak punya modal. Modalnya hanya melabu dan membengak saja. Kalau melabu dan membengak dalam sastra maka maujudlah dia dalam bentuk cerita pendek, cerbung, puisi, novel dan drama. Kalau melabu dan membengak dalam kehidupan nyata? Tanggunglah dosanya sendiri ya.

Sudah mengantuk dikau ya? Kalau begitu kita sambung lagi obrolannya di lain kesempatan.

Mengantuk sikitlah kawan. Terima kasih ya atas obrolannya. Semoga sehat wal’afiat selalu. Ingat sehat sebelum sakit katanya.

***Padahal sesungguhnya personal-personal boemipoetra(lah) yang terkena ‘kekerasan kebudayaan’, terlempar dari ruang-ruang budaya di media. Tersingkir dari festival-festival satu warna. (Dalam reportase berjudul 5 Tahun boemipoetra, Pena Dilesatkan di http://boemipoetra.wordpress.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar